BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Batu
dapat menyebabkan infeksi berulang, gangguan ginjal, atau hematuria. Obstruksi
akut menyebabkan kolik ginjal dengan nyeri pinggang yang berat, seringkali
menyebar ke selangkangan, dan kadang disertai mual, muntah, rasa tidak nyaman
di abdomen, disuria, nyeri tekan ginjal, dan hematuria.
Batu ginjal adalah salah satu fenomena penyakit ginjal yang unik dimana
terdapat batu pada ginjal akibat penumpukan
kristal atau molekul yang tidak terbuang di ginjal, hal ini jika semakin lama
akan membuat batu akan berkembang menjadi besar.
Batu
ginjal secara sederhana dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu batu kalsium
atau calcareous (mengandung kalsium)
dan batu non kalsium atau non-calcareous (mengandung
mineral non kalsium). Pembagian ini didasarkan atas kepentingan dalam
menegakkan diagnosis penyakit batu ginjal dengan memanfaatkan pemeriksaan
sinar-X, yang dikenal sebagai pemeriksaan foto polos abdomen (perut).
1.2 Rumusan
Masalah
1) Apa
yang dimaksud dengan batu ginjal?
2) Apa
etiologi batu ginjal?
3) Bagaimana
proses terbentuknya batu?
4) Bagaimana
manifestasi klinis batu ginjal?
5) Apa
saja keluhan batu ginjal?
6) Apa
saja komplikasi batu ginjal?
7) Bagaimana
pemeriksaan batu ginjal?
8) Bagaimana
asuhan keperawatan pada batu ginjal?
1.3 Tujuan
a) Tujuan
umum
1. Mengetahui
defini batu ginjal secara lebih luas
b) Tujuan
khusus
1. Mengetahui
pengertian batu ginjal?
2. Mengetahui
etiologi batu ginjal?
3. Mengetahui
proses terbentuknya batu?
4. Mengetahui
manifestasi klinis batu ginjal?
5. Mengetahui
keluhan batu ginjal?
6. Mengetahui
komplikasi batu ginjal?
7. Mengetahui
pemeriksaan batu ginjal?
8. Mengetahui
asuhan keperawatan pada batu ginjal?
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Batu ginjal adalah pengkristalan
mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang
mudah mati. Biasanya batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan
fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
2.2 Etiologi
1.
Faktor genetik
Faktor genetik
berperan penting dalam terjadinya batu ginjal pasa seseorang. Menurut Mange K.C
(1999), seseorang yang mempunyai keluarga penderita batu ginjal mempunyai
risiko mengalami penyakit batu ginjal sebesar 25 kali dibandingkan dengan
seseorang yang tidak mempunyai garis keturunan penyakit batu ginjal.
Hiperkalsiuria idiopatik ( penyebanya tidak diketahui) bersifat familial atau
genetik. Berdasarkan penelitian dilaporkan bahwa 50% pasien dengan
hiperkalsiura idiopatik bersifat diturunkan.
2.
Riwayat sakit batu ginjal sebelumnya
Penyakit batu
ginjal bersifat kumat-kumatan. Artinya, pasien yang pernah menderita batu
ginjal sekalipun batunya pernah keluar secara spontan atau dikeluarkan oleh
dokter, suatu saat nanti dapat mengalami kekambuhan.
3.
Jumlah minum sedikit
Kurang minum,
aktivitas yang banyak mengeluarkan keringat, dan cuaca/iklim panas menyebabkan
volume cairan tubuh berkurang. Akibatnya, jumlah air kemih yang terbentuk juga
lebih sedikit. Keadaan ini juga menciptakan supersaturasi atau kejunuhan
ginjal.
4.
Meningkatnya konsentrasi mineral
pembentuk batu dalam air kemih
Pengeluaran
mineral yang berlebihan melalui air kemih menciptakan kejenuhan air kemih dan
berpotensi menyebabkan terbentuknya batu ginjal. Misalnya : hiperkalsiura
(pengeluaran kalsium yang berlebihan bersama air kemih), hiperoksaluria
(pengeluaran oksalat yang berlebihan bersamaan air kemih), dan hiperuricosuria
(pengeluaran asam urat yang berlebuhan bersamaan air kemih).
5.
Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu
dehidrasi
Seseorang
dengan pekerjaan sehari0hari lebih banyak menggunakan kekuatan fisik dan yang
terlebih lagi tinggal di daerah yang beriklim panas serta terpapar matahari
memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan batu ginjal. Mereka yang
mempunyai hobi berolah raga tanpa diimbangi dengan jumlah minum yang memadai
yang termasuk golongan yang berpotensi menderita batu ginjal.
6.
Kosumsi obat-obatan
Beberapa jenis
obat-obatan seperti efedrin, obat pelancar kecing, obat kejang, dan obat anti
virus (indinavir) berpotensi memudahkan terbentuknya batu ginjal.
7.
Penyakit dan gangguan metabolik
Kelainan
metabolik tertentu menyebabkan pembuangan mineral tubuh meningkatkan misalnya
penyakit hiperparateriodisme ( terjadi hiperkalsiura, penyakit rematik asam
urat/gout artritis (terjadi hiperuricosuria), penyakit usus ( menurunnya kadar
sitrat), dan penyakit asidosis tubuler ginjal (kehilangan sitrat melalui air
kemih).
8.
Kelainan anatomi ginjal dan salurannya
Isidensi batu
ginjal lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami kelainan anatomi
ginjal. Hal ini berhubungan dengan terlambatnya aliran air kemih. Misalnya pada
ginjal tapal kuda (horseshoe kidney), penyempitan ureter, penyempitan dikaliks,
dan sebagainya.
2.3 Proses
Terbentuknya Batu
Ada berbagai
teori yang mengemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan proses terbentuknya
batu. Beberapa teori diantaranya adalah teori nukleasi,keseimbangan asam basa,
dan teori penghambat kristalisasi.
1.
Teori nukleasi
Menurut
penganut teori ini, batu terbentuk didalam urin karena adanya inti sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada di dalam larutan yang
kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Terbentuknya inti batu dan kejenuhan dalam air kemih
merupakan prasyarat terbentuknya batu. Terbentuknya inti saja tanpa disertai
dengan unsur-unsur atau mineral pembentuk batu yang kelewat jenuh di tubulus
pembentukan batu ginjal tidak akan menyebabkan terbentuknya batu.
Kristalisasi
akan semakin banyak dan saling menyatu apabila unsur pembentuk batu, seperti
kalsium, seseorang yang banyak menggosumsi makanan yang mengandung zat-zat
tersebut disertai dengan jumlah minum yang sedikit dalam sehari, berpeluang
untuk menderita batu ginjal. Ibarat seseorang menuang kopi di dalam segelas
air, semakin banyak kopi yang dituang semakin jenuh atau pekat minuman kopi
tersebut. Demikian halnya dalam proses pembentukkannya batu ginjal. Semakin
banyak unsur mineral pembentuk batu dan semakin sedikit air yang terlibat dalam
proses filtrasi- reabsorbsi- sekresi, kejenuhan dalam sistem tubulus juga
meningkat.
2.
Keseimbangan asam basa
Keseimbangan
asam basah di dalam air kemih mempengaruhi proses pembentukkan batu. Air
kemih yang bersifat asam memudahkan terbentuknya batu kalsium dan asam urat.
Sementara, air kemih yang bersifat basa mempermudahkan terbentuknya batu
struvite/batu infeksi.
3.
Penghambat kristalisasi
Secara normal,
zat-zat penghambat kristalisasi, seperti sitrat, magnesium, protein tamm-Horsfall,
dan bikunin didalam air kemih terdapat dalam konsentrasi yang cukup memadahi
untuk mencegah terbentuknya batu. Penurunan jumlah zat-zat tersebut
meningkatkan resiko terbentuknya batu, contohnya, di dalam air kemih sitrat
sehingga mengalami ikatan kalsium dengan oksalat. Menurunnya jumlah sitrat di
dalam air kemih atau hipositraturia, seperti yang terjadi pada gangguan
penyerapan di usus atau oleh karena pemberian obat pelancar kencing, akan
meningkat resiko pembentukan batu kalsium oksalat.
2.4 Manifestasi
Klinis
1.
Batu
Kalsium
Merupakan
jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau
keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urin yang rendah, kadar kalsium
urin tinggi, oksalat urin tinggi, dan sitrat urin rendah. Hiperkalsiuria
terjadi pada 65% pasien dengan batu. Keadaan ini biasanya idiopatik dan
berkaitan dengan peningkatan absorpsi kalsium di usus, obesitas, dan
hipertensi. Asupan cairan seharusnya
ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein hewani dikurangi. Tiazid menghambat ekskresi kalsium
dan kadar kalium atau sitrat dikoreksi dengan kalium sitrat. Kelebihan asupan
kalsium atau penyebab lain hiperkalsemia dapat menyebabkan hiperkalseuria,
terutama hiperparatiroidisme primer. Kelebihan natrium dalam diet meningkatkan
kadar kasium urin dengan mengurangi reabsorpsi natrium di tubulus proksimal dan
kontranspor kalsium. Asupan protein hewani meningkatkan kadar kalsium urin.
Oksalat merupakan hasil akhir metabolic yang di ekskresi urin. Hiperoksaluria
dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi di kolon pada
penyakit ileus, atau kelainan metabolisme bawaan. Hipositraturia dapat bersifat
idiopatik atau timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang menyebabka
kelebihan metabolism sitrat pada mitokondria.
2. Batu Urat
Natrium
urat bersifat relative tidak larut pada pH asam. Sebagian besar kasus bersifat
idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin
asam. Pengobatannya meliputi mengurangi asupan purin dalam diet, meningkatkan
volume urin, dan alkalinisasi urin dengn natrium bikarbonat atau kalium sitrat.
Alopurinol menghambat produksi urat. Penyebab sekundernya meliputi kelainan
metabolism purin bawaan dan turnover atau kematian sel yang cepat, terutama
selama kemoterapi kanker. Hidrasi, alkalinisasi, merupakan suatu profilaksis.
Urin yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat
alkali akibat diare, ileostomi, atau penyalahgunaan laksan.
3. Batu Sistin
Batu sistin terbentuk karena penyerapan
sistin di tubulus ginjal terganggu sehingga sistin yang terlarut menurun
sehingga terjadi sistinuria. Akibatnya, kejenuhan sistin meningkat dan terjadi
kristalisasi sistin. Penyerapan sistin di tubulus terganggu akibat adanya
kelainan yang bersifat herediter (diturunkan) dalam transport sistin. Sistin
bersifat relative tidak larut, terutama pada pH asam. Tindakan profilaksisnya
dalah dengan asupan cairan yang baik, dan alkalinisasi dengan natrium
bikarbonat. Dimetilsistein (D-penisilamin) memecah sistin menjadi bagian-bagian
yang larut.
4. Batu Infeksi
Batu
struvite disebut juga batu infeksi karena terjadi akibat proses infeksi. Batu
infeksi disususn terutama oleh unsure magnesium ammonium fosfat. Mikroorganisme
penghasil urease (Proteus sp, Klebsiella
sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus saprophyticus, dan Ureaplasma urealyticum) menghasilkan 2 amonium dan bikarbonat untuk
setiap urea yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Keadaan ini akan memudahkan
terjadinya kristal ammonium. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi juga akan
meningkatkan karbonat, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya batu karbonat
apatite.
Meskipun
hamper semua mineral dapat membentuk batu staghorn, namun 75% batu ini dibentuk
oleh struvite-carbonate-apatite matrix. Batu staghorn merupakan batu ginjal
yang berbentuk mirip tanduk rusa yang ukurannya dapat membesar dan tinggal
terjebak di ginjal. Sering kali, pada pasien dengan batu staghorn, selama
proses pembentukan batu tersebut pasien tidak mengalami gangguan yang berarti.
Setelah batu sedemikian besar, masalah yang timbul adalah infeksi yang berulang
dan ginjal yang terkena sudah sangat terganggu.Pengobatannya meliputi
pengangkatan batu, antibiotic, dan skrining predisposisipembentukan batu.
2.5 Keluhan
Batu Ginjal
Ada berbagai keluhan yang dirasakan
oleh pasien yang menderita batu ginjal sebagaimana dialami oleh bpk. Roni.
Misalnya : nyeri kolik, nyeri ginjal, nyeri buli-buli, urgensi, disueria,
polakisuria, hematuria, dan anuria,/oligura. Berikut dibahas mengenai
keluhan-keluhan tersebut.
1.
Batu
ginjal yang tenang
Tidak semua batu ginjal
menyebabkan keluhan. Umumnya, batu yang tanpa penyulit, terutama yang berada di
ginjal tidak memberikan keluhan sama sekali. Apabila batu yang berada di ginjal
terlepas ke saluran ureter, barulah terjadi keluhan. Glowacki, dkk. (1992)
mengamati 107 pasien batu ginjal yang tidak memeperlihatkan keluhan sama
sekali. Dalam evaluasi selama 32 bulan, 73 pasien (68,2%) masih tidak mengalami
keluhan, namun 34 pasien diantaranya (31,8%) mengalami serangan nyeri.
2.
Nyeri kolik
Nyeri kolik atau yang
lazim disebut kolik renal ,sebagaimana yang dialami oleh Bpk. Roni merupakan
keluhan klasik penderita batu ginjal. Nyeri kolik yaitu sensasi nyeri disatu
sisi pinggang atau perut. Nyeri dapat menjalar ke scrotum, penis atau vulva,
muncul secara mendadak, bersifat hilang timbul dengan intetensitas nyeri yang
kuat. Lokasi nyeri dan keluhan lainnya tergantung lokasi batu. Batu di ureter
proksimal menyebabkan kolik renal, nyeri pinggang dan perut bagian atas. Batu
di ureter tengah menimbulkan kolik renal, nyeri pinggang dan perut atas. Bila
batu di ureter bawah, pasien akan mengalami kolik renal, disuria, urgensi, dan
nyeri pinggang yang menjalar ke penis atau vulva. Kolik renal terjadi akibat
kontraksi otot polos ureter karena rangsangan atau sumbatan batu yang berada di
ureter.
3.
Nyeri
ginjal
Nyeri ginjal adalah
nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Ginjal secara normal dilapisi
oleh sebuah selaput yang disebut kapsul ginjal. Regangan kapsul ginjal ini
dapat terjadi oleh beberapa sebab, seperti infeksi ginjal (pielonefritis) dan
sumbatan saluran kemih (misalnya ureter) yang mengakibatkan pelebaran saluran
ureter. Rasa nyeri umumnya dirasakan di pinggang dan umumnya tidak menjalar.
4.
Nyeri
buli-buli
Nyeri buli-buli atau
vesica dirasakan didaerah bawah pusat. Nyeri terjadi akibat buli-buli teregang
atau karena peradangan atau infeksi akibat adanya batu di buli-buli.
5.
Urgensi
Urgensi adalah rasa
ingin kencing sehingga terasa sakit. Keadaan ini dapat terjadi karena
hiperirtabilitas dan hiperaktivitas buli-buli. Hal ini mungkin disebabkan oleh
proses peradangan akibat adanya batu buli-buli atau adanya penyumbatan dibawah
buli-buli (misalnya pada pada seseorang yang mengalami pembesaran prostat).
6.
Disuria
Disuria adalah perasaan
nyeri saat kencing. Hal ini disebabkan karena iritasi saluran kemih. Batu yang
berasal dari ginjal, yang kemudian turun ke ureter, masuk ke dalam buli-buli,
dan keluar melalui uretra dalam perjalalanannya dapat menimbulkan lecet atau
iritasi sepanjang saluran yang dilaluinya. Dalam keadaan demikian, pada saat
seseorang berkemih, bagian saluran yang lecet akan teriritasi oleh aliran air
kemih.
7.
Polakisuria
Polakisuria adalah
frekuensi kencing yang lebih sering
daripada biasanya. Hal ini terjadi karena hiperiritabilitas buli-buli.
8.
Hematuria
Hematuria adalah
didapatkannya darah atau sel darah merah didalam air kemih. Hematuria dapat
dibagi menjadi dua, yaitu hematuria mikroskopsis dan gross hematuria. Hematuria
mikroskopsis hanya diketahui melalui pemeriksaan mikroskop. Sementara, gross
hematuria dapat diketahui dengan mata telanjang karena jumlah sel darah merah
yang keluar cukup banyak. Pada umumnya, keluhan hematuria pada pasien dengan
batu ginjal disertai keluhan disuria karena keduanya mencerminkan adanya
iritasi atau lecetnya saluran kemih.
9.
Anuria/oliguria
Anuria/oliguria
mencerminkan bahwa jumlah air kemih yang dibentuk ginjal dibawah rata-rata.
Secara umum, volume air kemih orang sehat lebih dari satu liter. Pada keadaan
ketika ginjal dan salurannya mengalami gangguan, misalnya kurang minum,
sumbatan kedua ureter oleh batu, pembesaran prostat, atau kedua ginjal
mengalami kerusakan, produksi air kemih sangat sedikit. Dikatakan anuria
apabila produksi air kemih seseorang kurang dari 200 cc/hari, sedangkan
oliguria apabila produksi air kemihnya kurang dari 600 cc/hari.
2.6 Komplikasi
Batu Ginjal
Keluhan yang berhubungan dengan batu
ginjal sangat beragam, tergantung sejauh mana batu menimbulkan masalah atau
komplikasi. Keluhan-keluhan yang dibahas di atas sangat mungkin dialami oleh
pasien yang menderita penyakit batu ginjal. Masalahnya adalah adalah , sejauh
mana batu telah menimbulkan penyulit atau komplikasi. Batu ginjal yang
berada di ginjal menimbulkan keluhan
yang berbeda dengan batu yang disertai infeksi, akan menimbulkan keluhan dan
penderitaan yang berbeda dengan pasien yang tidak mengalami infeksi.
Batu ginjal yang hanya sekadar menimbulkan keluhan
nyeri atau kolik renal mungkin tidak begitu menjadi masalah setelah nyeri
berhasil diatasi. Permasalahan yang timbul berhubungan dengan penyakit batu
ginjal adalah apabila batu tersebut kemudian menyebabkan sumbatan atau infeksi.
Sumbatan saluran kemih bersifat permanen oleh batu beresiko menyebabkan gagal
ginjal.Itulah masalahnya. Pada Bagan 1 dapat dilihat bagaimana batu menyebabkan
timbulnya penyulit atau komplikasi.
1. Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan
terjadi karena batu menutup secara total aliran kemih, baik di pelvis ginjal
atau di ureter bagian atas, tengah, atau bawah, atau di uretra (Gamabar 8).
Batu yang terjebak di ureter apabila tidak segera dikeluarkan akan menybabkan
stasis air kemih. Ruang pelvis dan saluran ureter di atas daerah penyumbatan
akan melebar. Keadaan ini dikenal sebagai hidronefrosis atau hidroureter. Batu
di ureteropelvis dapat mengakibatkan hidronefrosis dan batu di ureter
menyebabkan hidroureter. Tanpa penanganan yang adekuat, baik hidronefrosis
maupun hidroureter yang dibiarkan dalam jangka lama akan menyebabkan kerusakan
ginjal atau gagal ginjal.
2. Infeksi
Batu ginjal dan infeksi
ibarat mata uang dengan dua sisi. Maksudnya, keberadaan batu dan kejadian
infeksi sangat berkaitan karena batu ginjal menjadi media yang baik bagi tumbuh
dan berkembangnya mikroorganisme. Proses infeksi bisa bersifat lokal maupun
sistemik. Contoh infeksi lokal yaitu ureteritis (infeksi di ureter), sistitis
(infeksi buli-buli), dan pielonefritis (infeksi ginjal). Infeksi sistemik atau yang disebut urosepsis merupakan
kelanjutan dari infeksi lokal yang tidak ditangani dengan baik. Pada keadaan
urosepsis ini, kuman atau mikroorganisme masuk ke seluruh peredaran darah
tubuh. Bakteri yang telah masuk ke seluruh peredaran darah tubuh akan
mengeluarkan racun sehingga akan merusak organ tubuh lainnya. Tanpa pengobatan
yang memadai, 50-60% paien yang mengalami urosepsis tidak dapat diselamatkan.
3. Gagal ginjal
Dari sekian banyak
komplikasi yang ada, gagal ginjal, terlebih lagi yang sudah ke tahap cuci darah
merupakan komplikasi yang paling ditakuti. Komplikasi gagal ginjal dapat
terjadi akibat sumbatan batu atau infeksi atau karena keduanya.
2.7 Pemeriksaan
Batu Ginjal
1.
Riwayat
penyakit dan kebiasaan
Riwayat
penyakit dalam keluarga, kebiasaan, pekerjaan, pola diet, asupan minum,
obat-obatan yang pernahatau sedang dikonsumsi dan penyakit yang sedang diderita
oleh seseorang yang menderita batu ginjal perlu digali untuk menentukan faktor
risiko yang dimiliki pasien tersebut, yang berhubungan dengan proses
pembentukan batu.
2.
Keluhan
dan pemeriksaan fisik
Tugas
dokter adalah menentukan diagnosis dan memberikan terapi sesuai dengan penyakit
yang diderita pasiennya. Salah satu cara untuk menuju diagnosis dokter akan
melakukan wawancara dan memeriksa dan memeriksa kondisi fisik pasien. Selain
menggali kebiasaan dan perilaku pasien seperti yang sudah dibahas di atas,
dokter akan menggali informasi mengenai nyeri yang terjadi serta keluhan
lainnya yang berhubungan dengan masalah batu ginjal dan komplikasinya (demam,
air kemih berwarna merah, jumlah kencing dalam sehari dan sebagainya)
sebagaimana sudah dibahas sebelumnya. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan
fisik secara umum dan memeriksa bagian perut dan pinggang.
3.
Pemeriksaan
laboratorium.
Pemeriksaan
laboratorium mempunyai tiga tujuan yaitu
1.
Mengetahui faktor risiko batu
ginjal,
2.
mengetahui adanya komplikasi batu
ginjal,
3.
mengetahui jenis serta penyebab
timbulnya batu ginjal.
4.
Pemeriksaan
air kemih rutin
Pemeriksaaan air kemih dilakukan dilakukan melalui
pemeriksaan air kemih rutin dan analisis 24 jam. Pemeriksaan air kemih sesaat
yang perlu diperiksa adalah leukosit, eritrosit, keasaman/ph dan protein.
Pada orang dewasa sehat, pH air kemih berkisar
antara 4,5 - 8,0 tetapi rata-rata adalah 6,0. Diet yang mengandung banyak
protein hewani cenderung membentuk air kemih bersifat asam, sedangkan diet
tinggi serat (sayur dan buah) cenderung membentuk air kemih bersifat basa. Air
kemih yang bersifat asam memudahkan terbentuknya batu kalsium dan asam urat,
sedangkan air kemih yang bersifat basa memudahkan terbentuknya batu
struvite/batu infeksi. Oleh sebab itu, mengukur keasaman air kemih sangat
penting, khususnya untuk mencegah batu ginjal agar tidak mengalami kekambuhan.
Proses pengeluaran batu ginjal dari tubuh misalnya
batu yang berada di pelvis ginjal yang bermigrasi ke ureter atau batu ginjal
yang berada di buli-buli, sering kali menimbulkan cedera di saluran tersebut.
Apabila cedera yang terjadi cukup nyata maka dengan mudah warna air kemih
berubah menjadi merah atau seperti air cucian beras. Akan tetapi, seringkali
cedera yang terjadi sangat ringan sehingga bentuk fisik air kemih tampak
normal.
Secara lebih mudah, adanya cedera atau iritasi di
sepanjang saluran ginjal dapat dideteksi dengan pemeriksaan sel darah
merah/eritrosit air kemih dengan bantuan mikroskop. Adanya eritrosit di dalam
air kemih di sebut eritrosituria. Pada umumnya, keberadaan batu ginjal sangat
dekat dengan kejadian infeksi saluran kemih.
Adanya
infeksi saluran kemih ditandai dengan penemuan sel darah putih atau
leukosituria dalam jumlahyang cukup menonjol. Apabila ditemukan keluhan pada
pasien yang mencerminkan adanya infeksi, seperti nyeri saat buang air kemih,
demam, dan leukosituria maka dokter akan melakukan kultur kuman dan uji
kepekaan kuman terhadap obat antibiotik.
5.
Analisis
air kemih 24 jam
Pemeriksaan
air kemih lain yang penting yaitu analisis air kemih yang ditampung selama 24
jam, untuk mengukur kadar mineral kalsium, oksalat, asam urat dan sitrat.
Dengan mengetahui jumlah mineral yang dikeluarkan melalui air kemih terssebut
maka dapat diketahui adanya faktor risiko dan penyebab batu ginjal. Bagi
seseorang yang belum menderita batu ginjal, jika terjadi peningkatan kadar
mineral tertentu maka segera dapat diambil langfkah pencegahan. Misalnya, bila
seseorang mengalami peningkatan pengeluaran kalsium atau hiperkalsiuria maka
sebaiknya ia menghindari atau mengurangi diet yang banyak mengandung protein
hewani. Sementara, bagi seseorang yang sudah menderita batu ginjal, dengan
pemeriksaan tersebut dapat diketahui kemungkinan penyebab batu ginjal, apakah
batu kalsium ataukah asam urat.
6.
Analisis
batu
Batu
yang telah dikeluarkan atau yang keluar secara spontan dari saluran kemih perlu
dianalisis. Sudah barang tentu analisis batu lebih memiliki nilai informasi
dibandingkan analisis air krmih 24 jam, karena analisis batu meerupakan cara
langsung untuk mengetahui komposisi batu. Kegunaan analisis batu adalah untuk
mengetahui secara pasti jenis batu, guna mencegah terjadinya kekambuhan di
kemudian hari.
7.
Pemeriksaan
darah
Pemeriksaan
darah dapat memberikan informasi mengenai beberapahal, peningkatan kadar
kalsium dan asam urat mengindikasikan adanya faktor risiko atau penyebab batu
ginjal. Peningkatan kadar kalsium atau hiperkalsemia mungkin mencerminkan
adanya penyakit metabolik, misalnya peningkatan kadar hormon paratiroid atau
hiperparatiroidisme.
8.
Ultrasonografi
Pemeriksaan
ultrasonografi bermanfaat untuk memvisualisasi batu yang berlokasi di ginjal
dan di buli-buli. Kelemahan alat ini adalah tidak mampu mendeteksi batu yang
berlokasi di ureter. Akan tetapi sumbatan yang terjadi di ureter yang ditandai
dengan pelebaran saluran ureter di atas lokasi yang tersumbat (disebut
hidronefrosis) dapat dideteksi oleh ultrasonografi. Pemeriksaan ini relatif
murah dan dilakukan tanpa persiapan khusus, kecuali hanya minum 2-3 gelas air
putih dan pasien diminta untuk menahan kencing sampai pemeriksaan ultrasonografi
selesai. Kepekaan ultrasonografi untuk mendeteksi batu ginjal tidak terlalu
memuaskan. Pemeriksaan ultrasonografi menjadi pilihan awal untuk mencari
penyebab nyeri perut karena dapat mengungkap penyebab nyeri lain selain batu
ginjal, yang mungkin bersumber dari gangguan organ wanita (indung telur, rahim,
kandung empedu, hati dan pankreas). Penemuan adanya pelebaran ureter atau
hidronefrosis harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pielografi intravena.
9.
Foto
polos abdomen
Pemeriksaan
foto polos abdomen atau plain film radiography merupakan pemeriksaan yang
relatif sederhana dengan memanfaatkan sinar X, untuk memberikan informasi
mengenai ukuran, lokasi dan densitas batu ginjal. Pemeriksaan foto polos
abdomen dilakukan tanpa persiapan apa pun (tidak perlu puasa). Namun
pemeriksaan ini memiliki kelemahan karena tidak semua batu dapat divisualisasi.
Foto polos abdomen menilai densitas batu. Batu yang mengandung kalsium dapat
divisualisasi dengan memberikan densitas warna putih atau disebut radiopak.
Sementara, batu yang tidak mengandung kalsium tidak memberikan densitas warna
putih sehingga gambaran batu tidak tervisualisasi atau bersifat radiolusen.
Sekitar 75-90% batu ginjal bersifat radiopak
2.8 Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
Data subjektif.
Kunci penting dalam diagnosis adalah riwayat pasien. Dari riwayat nyeri yang
dialami pasien, sudah dapat diketahui apakah nyeri itu karena obstruksi batu.
Apabila batu ada didalam ginjal, nyerinya tidak tajam dan mungkin tetap dan
dirasakan di daerah sudut kostovertebra. Nyeri yang kolik dan hebat akan
dirasakan apabila batu masuk kedalam ureter. Riwayat keluarga juga perlu
digali.
Data objektif. Data
objektif yang harus diperoleh mencakup haluaran urine, adanya batu dalam urine,
tanda vital (demam), dan nyeri tekan di daerah sudut kostovertebra.
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri
yang berhubungan dengan adanya batu.
b. Gangguan
pola eliminasi urine yang berhubungan dengan obstruksi oleh batu
c. Risiko
infeksi yang berhubungan dengan stasis urine dan adanya batu.
d. Deficit
pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologis, dan pengobatan)
yang berhubungan dengan tidak ada informasi dan sikap acuh terhadap informasi
3. Intervensi
a. Nyeri
yang berhubungan dengan batu
Hasil yang diharapkan menurut NOC
Tingkat
kenyamanan, kontrol nyeri, tingkat nyeri
Contoh hasil NOC dengan Indikator
Tingkat
rasa sakit yang dibuktikan dengan indikator berikut: nyeri dilaporkan / panjang
episode nyeri / mengerang dan menangis / ekspresi wajah nyeri (tingkat hasil
dan indikator tingkat nyeri: 1 = parah, 2 = substansial, 3 = sedang, 4 = ringan
, 5 = tidak ada.
Klien
hasil
Klien
akan (menentukan kerangka waktu)
Bagi
klien yang mampu memberikan laporan diri
·
Gunakan alat laporan nyeri diri untuk
mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan menetapkan tujuan fungsi
kenyamanan.
·
Laporkan bahwa nyeri rejimen manajemen
mencapai tujuan kenyamanan fungsi tanpa efek samping
·
Menjelaskan metode non farmakologi yang
dapat digunakan untuk membantu mencapai tujuan fungsi kenyamanan
·
Melakukan kegiatan pemulihan atau ADL
mudah
·
Jelaskan bagaimana tahap pengelolaan
nyeri
·
Kemampuan negara untuk mendapatkan
jumlah yang cukup istirahat dan tidur
·
Beritahu anggota dari tim perawatan
kesehatan segera untuk tingkat nyeri yang lebih besar dari tujuan fungsi
kenyamanan, atau efek samping
Bagi
klien yang tidak mampu memberikan laporan diri
·
Mengurangi dalam perilaku nyeri terkait
·
Gunakan penilaian klinis untuk
mengevaluasi efektivitas intervensi jika klien tidak mampu untuk menunjukkan
perilaku
·
Melakukan kegiatan pemulihan atau ADL
mudah sebagaimana ditentukan oleh kondisi klien
·
Menunjukkan adanya nonopioid efek
analgesik opioid atau yang merugikan
NIC
(Klasifikasi Intervensi dalam keperawatan)
Intervensi yang disarankan oleh NIC:
Administrasi analgesik, manajemen nyeri,
pasien-dikendalikan dengan bantuan analgesia (PCA)
Contoh
NIC kegiatan-nyeri manajemen
Yakinkan bahwa klien menerima perawatan
analgesik perhatian, melakukan penaksiran komprehensif sakit untuk memasukkan
lokasi, karakteristik, onset / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
Intervensi
Keperawatan dan Rasional
·
Kaji tingkat nyeri pada klien
menggunakan laporan diri yang valid dan dengan alat nyeri yang dapat diandalkan
seperti tingkat nyeri pada skala 0-10. Langkah pertama dalam penaksiran nyeri
adalah untuk menentukan apakah klien dapat memberikan laporan diri. Minta klien
untuk menilai tingkat rasa sakit atau pilih deskriptor intensitas nyeri
menggunakan laporan alat nyeri yang valid dan dapat diandalkan (Breivik dkk,
2008; pasero et al, 2009). EBN: tingkatan
nyeri tunggal dimensi sikap keperawatan dan keyakinan tentang penilaian
nyeri mengungkapkan bahwa penggunaan efektif skala penilaian nyeri sering
ditentukan oleh sikap pribadi perawat tentang efektivitas (Layman-Young, Horton
& davidhizar, 2006).
·
Minta klien untuk menggambarkan
pengalaman nyeri sebelumnya, efektivitas intervensi manajemen nyeri, respon
terhadap obat analgesik termasuk kejadian efek
merugikan dan kekhawatiran tentang rasa sakit dan pengobatannya
(misalnya, takut tentang kecanduan, kekhawatiran atau kecemasan) dan kebutuhan
informasi. EBN: memperoleh sejarah nyeri , membantu untuk mengidentifikasi
faktor-faktor potensial yang dapat mempengaruhi kesediaan klien untuk
melaporkan nyeri, serta, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intensitas
nyeri, respon klien terhadap nyeri, kecemasan, dan farmakokinetik dari
analgesik et (Kalman al 2003; Deane & smith, 2008; Dunwoody et al, 2008)
·
Menjelaskan efek samping pada rasa sakit tak henti-hentinya. EBN: nyeri
akut tak henti-hentinya dapat memiliki konsekuensi pada fisiologis dan psikologis yang memfasilitasi
hasil klien negatif. Pengelolalaan nyeri
akut memiliki potensi untuk perubahan neurohumoral yang tidak efektif ,
remodcling neuronal, berdampak pada fungsi imun, dan tekanan fisiologis,
psikologis, dan emosional yang lama dan
dapat menyebabkan sindrom sakit kronis (brennan, mobil & sepupu, 2007;
Dunwoody et al, 2008 , evans et al, 2009).
·
Jika klien tidak dapat memberikan
laporan diri, 1) mempertimbangkan kondisi klien dan mencari kemungkinan
penyebab nyeri (misalnya, adanya cedera jaringan kondisi patologis, atau
paparan prosedur / intervensi yang biasanya mengakibatkan nyeri);. 2 )
mengamati untuk perilaku yang dapat mengindikasikan adanya nyeri (misalnya,
ekspresi wajah, menangis, restlesness dan perubahan dalam aktivitas), 3)
mengevaluasi indikator fisiologis, dengan pemahaman bahwa ini adalah indikator
sensitif paling nyeri dan dapat berhubungan dengan kondisi lain yang nyeri (e,
g., syok, hipovolemia, kecemasan), dan 4) melakukan uji coba analgesik. Tidak
adanya perilaku dianggap indikasi rasa sakit bukan berarti bahwa rasa sakit tidak ada (pasero &
McCaffery, 2005) EBN: perilaku tertentu telah terbukti menjadi indikasi rasa
sakit dan digunakan untuk menilai nyeri pada klien yang tidak dapat menggunakan
laporan diri dengan alat nyeri (misalnya, klien gangguan kognitif) (Puntillo et
al, 2004; Puntillo et al, 2009). Namun, perilaku bervariasi antar individu, dan
perilaku yang dapat menunjukkan rasa sakit di satu klien mungkin tidak
menunjukkan rasa sakit bagi orang lain. Seorang pengganti yang tahu klien
mungkin dapat memberikan informasi tentang patologi rasa sakit yang mendasari
dan perilaku khusus untuk klien yang mungkin merasa nyeri (pasero, 2009a).
penaksiran nyeri harus dibakukan dan harus memperhitungkan kemampuan kognitif,
kondisi sakit yang mendasari atau
prosedur, tingkat ketakutan atau kecemasan, dan kemampuan klien untuk
memberikan laporan diri (herr et al, 2006; Pasero et al, 2009).
·
Mencegah kemungkinan adanya nyeri selama
prosedur dilakukan (venipuncture
misalnya, pada saat pemasangan tusukan tumit, dan kateter intravena perifer).
Menggunakan anestesi lokal topikal atau intravena sebagaimana ditentukan oleh
status klien individual dan kebutuhan.penempatan kateter intravena adalah salah satu prosedur yang menyakitkan
yang paling umum dilakukan pada semua usia dan pengaturan perawatan kesehatan,
seringkali tanpa obat bius (Valdovinos
et al, 2009). EBN: topikal anestesi krim dapat menurunkan venipuncture dan
nyeri IV penyisipan signifikan (Fetzer 2002, Brown, 2009; Valdovinos et al,
2009).
·
Administrasi opioid oral atau intravena
(IV) seperti yang diperintahkan. Menyediakan PCA, infus perineural, dan intraspinal
analgesia seperti yang diperintahkan, bila perlu dan tersedia. Rute invasif
administrasi yang mampu memberikan kontrol nyeri yang memadai dianjurkan. Rute
IV disukai untuk kontrol cepat sakit parah. Untuk rasa sakit yang konstan
(diharapkan akan hadir sekitar 50% dari hari), mengelola setiap opioid 4 jam
(berdasarkan waktu paruh) sekitar-the-clock (ATC) (DeSandre & Quest, 2009).
Untuk nyeri intermiten atau terobosan, dosis prn sesuai (Pasero, 2003a, Pasero
& Mc Caffery, 2007; APS, 2008). EBN: Pasien dikontrol dalam pemberian
analgesia lebih efektif dalam mengontrol rasa sakit dari on-demand IM suntikan
(Chang, Ip, & Cheung, 2004; Bainburidge, Martin, & Cheng, 2006).
·
Hindari pemberian obat anti nyeri
intramuskular (IM). Suntikan IM akan terasa sakit, suntikan IM dapat menyebabkan abses steril dan fibrosis
otot dan jaringan lunak. Suntikan IM juga dapat menyebabkan cedera saraf dengan
pin neuropatik kronis (APS, 2008). EBN: pasien diberikan analgesia agar lebih
efektif dalam mengontrol rasa sakit dari suntikan IM (Chang, Ip, & Cheung,
2004).
·
Diskusikan tentang ketakutan klien
terhadap nyeri, overdosis, dan kecanduan. Karena banyak kesalahpahaman tentang
rasa sakit dan pengobatannya, pendidikan tentang kemampuan untuk mengontrol
rasa sakit secara efektif dan koreksi mitos
tentang penggunaan opioid harus dimasukkan sebagai bagian dari rencana
perawatan. Kecanduan tidak mungkin terjadi ketika klien menggunakan opioid
untuk manajemen nyeri (McCaffery, Pasero, & Portenoy, 2004, APS, 2008;
DeSandre & Quest, 2009). EBN: Klien sering memendam kecemasan realistis dan
kesalahpahaman tentang penggunaan opioid, risiko kecanduan, dan pengelolaan
efek samping (Brennan, Carr, & Cousins, 2007).
·
Tinjau tingkat nyeri klien dan laporan
catatan obat untuk mengevaluasi efektivitas penghilang rasa sakit, sebelumnya
24-jam persyaratan opioid, dan terjadinya efek samping. EBN: pelacakan
sistematis rasa sakit merupakan faktor penting dalam meningkatkan manajemen
nyeri dan membuat penyesuaian rezim manajemen nyeri (Faries et al, 1991). Jika
rasa sakit konstan, dosis yang segera
untuk melepaskan opioid harus diberikan setiap 4 jam ATC. Jika rasa sakit tetap
terkendali setelah 24 jam, tingkatkan dosis rutin dengan jumlah yang sama
dengan dosis total opioid yang diberikan selama 24 jam sebelumnya, atau sebesar
25% sampai 50% dari nyeri ringan dan nyeri sedang, dan 50% sampai 100% untuk
nyeri berat (NCI, 2007).
Pediatrik
·
Seperti pada orang dewasa, gunakan
intervensi non farmakologi untuk
melengkapi, bukan menggantikan intervensi
farmakologis. EBN: terapi pelengkap seperti relaksasi. Gangguan, hipnotik,
terapi seni, dan citra mungkin memainkan peran penting dalam manajemen nyeri
holistik (Lassetter, 2006; Golianu et al, 2007; APS, 2008, Bouza, 2009; lago et
al, 2009) intervensi non farmakologi dapat mengurangi prosedur yang berhubungan
dengan distress (APS 2008)
Multicultural
·
Menilai untuk efek fatalisme pada
keyakinan klien mengenai keadaan rasa nyaman. EBN: perspektif fatalistik, yang
melibatkan keyakinan bahwa seseorang tidak dapat mengendalikan nasib sendiri,
dapat mempengaruhi perilaku kesehatan dalam beberapa Penduduk Amerika dan Latin
Afrika (Ward et al, 2008)
·
Gunakan pendekatan berpusat keluarga
untuk merawat EBN: melibatkan keluarga dalam perawatan manajemen nyeri dapat meningkatan
kepatuhan terhadap pengobatan regimen (juarez, Ferrell & borneman, 1998).
·
Menggabungkan aman dan efektif praktek
perawatan kesehatan rakyat dan keyakinan dalam perawatan bila memungkinkan. itu
adalah tanggung jawab pengasuh untuk memastikan bahwa manajemen nyeri aman dan
efektif disediakan. walaupun dukungan dari keyakinan perawatan kesehatan
individu dianjurkan, ketika penelitian tidak mendukung keamanan atau
efektivitas suatu metode atau ketika penelitian tidak ada, ini harus dijelaskan
secara penuh kepada klien (McCaffery, 2002). EBN: menggabungkan kepercayaan
rakyat perawatan kesehatan dan praktik dalam perawatan sakit manajemen
meningkatkan kepatuhan dengan rencana perawatan (Juarez, Ferrell, &
Borneman, 1998).
b. Gangguan
pola eliminasi urine yang berhubungan dengan obstruksioleh batu
Terkait faktor
Mengganggu
LUT (gangguan Urogical, lesi syaraf, kondisi ginekologi, dysfuction eliminasi
usus): inkontinensia : retensi urin (lihat diagnosis spesifik): retensi urin
akut.
Disarankan Hasil NOC.
Kemih
nafsu, eliminasi urine.
Kriteria
Hasil
Klien
1. Menunjukkan frekuensi diurnal tidak lebih dari 2 jam setiap.
1. Menunjukkan frekuensi diurnal tidak lebih dari 2 jam setiap.
c) Menunjukkan nokturia dua kali atau kurang per malam.
d) Mampu untuk menunda buang air kecil ke toilet sampai
fasilitas diakses dan pakaian dihapus.
e) Mampu memahami dan mengenali isyarat-isyarat untuk
toilet, lebih ke toilet atau menggunakan alat toileting urinoir atau portabel
dan menghapus clothingas diperlukan untuk toilet.
f) Menunjukkan postvoiding volume residu kurang dari 150 ml
sampai 200 ml / 25% kapasitas kandung kemih f total.
g) Negara tidak adanya urgensi nyeri yang berlebihan selama
penyimpanan kandung kemih saat buang air kecil.
Intervensi keperawatan dan Alasannya.
·
Menilai
funcition kandung kemih dengan menggunakan teknik berikut:
- Ambil sejarah terfokus termasuk durasi LUT brothersome, characterics gejala, pola diurnal dan nokturnal dan, frekuensi buang air kecil dan volume kehilangan urin, mengurangi dan memperburuk faktor dan eksplorasi faktor penyebab yang mungkin.
- Dalam konsultasi dengan dokter atau perawat praktek maju, mengelola kuesioner valiated query gejala kencing lebih rendah, gejala usus terkait, penghapusan dan gejala prolaps organ panggul pada wanita.
- Lakukan penilaian fisik terfokus integritas kulit perineum, evaluasi kubah vagina, evaluasi hipermobilitas uretra dan evaluasi neurologis termasuk bulbokavernosus refleks dan sensasi perineum.
- Ulasan hasil urine untuk adanya infeksi saluran kemih, poliuria hemoturia, proteinuria, dan kelainan lain atau memperoleh untuk analisis.
Sejarah dan pemeriksaan fisik difokuskan adalah elemen essetial dari evaluasi awal eliminasi urin gangguan (staskin et al 2005). EBN: ada bukti terbatas untuk mendukung nilai diagnostik pemeriksaan yang secara fisik dalam diagnosis incontenence kemih dan diagnosis diferensial dari inkontinensia stres dibandingkan dorongan pada wanita lanjut usia (van gerwen & Lagro-janssen 2006). Ada 23 alat divalidasi untuk evaluasi lebih rendah gejala saluran kemih, gejala usus eliminasi, dan gejala yang berhubungan dengan prolaps organ panggul pada wanita. Instrumen ini dapat membantu dokter untuk membedakan jenis utama incotinence, membedakan urgensi dari nyeri panggul, dan mengidentifikasi gangguan bowelelimination terkait dan prolaps organ panggul (avery et al, 2007).
- Menyelesaikan penilaian yang lebih rinci pada klien yang dipilih termasuk log bledder dan funtinal / kognitif penilaian. (Lihat inkontinensia urin fungsional, inkontinensia relex, stres inkontinensia urin, inkontinensia overflow kemih, kontinensia kemih refleks).
- Ambil sejarah terfokus termasuk durasi LUT brothersome, characterics gejala, pola diurnal dan nokturnal dan, frekuensi buang air kecil dan volume kehilangan urin, mengurangi dan memperburuk faktor dan eksplorasi faktor penyebab yang mungkin.
- Dalam konsultasi dengan dokter atau perawat praktek maju, mengelola kuesioner valiated query gejala kencing lebih rendah, gejala usus terkait, penghapusan dan gejala prolaps organ panggul pada wanita.
- Lakukan penilaian fisik terfokus integritas kulit perineum, evaluasi kubah vagina, evaluasi hipermobilitas uretra dan evaluasi neurologis termasuk bulbokavernosus refleks dan sensasi perineum.
- Ulasan hasil urine untuk adanya infeksi saluran kemih, poliuria hemoturia, proteinuria, dan kelainan lain atau memperoleh untuk analisis.
Sejarah dan pemeriksaan fisik difokuskan adalah elemen essetial dari evaluasi awal eliminasi urin gangguan (staskin et al 2005). EBN: ada bukti terbatas untuk mendukung nilai diagnostik pemeriksaan yang secara fisik dalam diagnosis incontenence kemih dan diagnosis diferensial dari inkontinensia stres dibandingkan dorongan pada wanita lanjut usia (van gerwen & Lagro-janssen 2006). Ada 23 alat divalidasi untuk evaluasi lebih rendah gejala saluran kemih, gejala usus eliminasi, dan gejala yang berhubungan dengan prolaps organ panggul pada wanita. Instrumen ini dapat membantu dokter untuk membedakan jenis utama incotinence, membedakan urgensi dari nyeri panggul, dan mengidentifikasi gangguan bowelelimination terkait dan prolaps organ panggul (avery et al, 2007).
- Menyelesaikan penilaian yang lebih rinci pada klien yang dipilih termasuk log bledder dan funtinal / kognitif penilaian. (Lihat inkontinensia urin fungsional, inkontinensia relex, stres inkontinensia urin, inkontinensia overflow kemih, kontinensia kemih refleks).
·
Semua
klien harus strogly advisedto berhenti merokok: hal ini terkait dengan
peningkatan risiko kanker kandung kemih (bjeregaard et al, 2006), inkontinensia
(Danforth et al 2006) dan brothersome rendah gejala saluran kemih dan dapat
meningkatkan risiko infeksi saluran kencing. Sembelit prodisproses individu
untuk retensi urin dan meningkatkan risiko infeksi saluran kencing. Merokok
dapat meningkatkan inkontinensia stres dan risiko keparahan dan jelas terkait
dengan peningkatan risiko kanker kandung kemih (lodovici & bigagli, 2009).
EBN: client pendidikan, perubahan asupan volume cairan, pengurangan konsumsi
kafein dan pelatihan kandung kemih dan pelatihan lantai otot panggul
diadministrasikan oleh perawat praktek generik dan maju mengurangi frekuensi
penggunaan pad inkontinensia dan dirasakan keparahan LUT brothersome (sampselle
et al 200: Borrie et al 2002: Dougherty et al 2002).
·
Mendorong
perempuan untuk minuman di supaya 10 ez jus cranberry setiap hari, secara
teratur mengkonsumsi satu atau dua porsi blueberry segar, atau suplemen diet
dengan kapsul konsentrat cranberry (biasanya diambil dalam dosis 500 mg setiap
kali makan). EBN: Tinjauan literatur sistematis mengungkapkan bahwa konsumsi
400 mg tablet cranberry, 8 sampai 10 ons jus cranberry atau samar-samar bagian
dari makanan yang mengandung seluruh cranberry blueberry memberikan sebuah
efeect bakteriostatik pada Escherichia coli, patogen yang paling umum yang
terkait dengan infeksi kemih antara masyarakat - tinggal wanita dewasa. Bukti Campuran
cenderung untuk mendukung pengurangan risiko ISK kalangan masyarakat yang
tinggal wanita, meskipun tidak ada han efeect menguntungkan ditemukan pada
klien dengan disfungsi kandung kemih neurogenik yang dikelola oleh intermnitten
dari catethers berdiamnya (abu-abu 2002: Masson et al 2009).
c. Risiko
infeksi yang berhubungan dengan penanggulangan rasa nyeri yang hebat,
pembedahan, dan pemeriksaan urologis
Faktor
risiko
Penyakit kronis,
kekebalan yang diperoleh tidak memadai, pertahanan primer yang tidak memadai
(kulit rusak, jaringan trauma, penurunan aksi ciliary, stasis cairan tubuh,
perubahan sekresi pH, peristaltik diubah), pertahanan sekunder yang tidak
memadai (hemoglobin menurun, leukopenia, ditekan respon inflamasi); peningkatan
lingkungan paparan patogen, imunosupresi, prosedur invasif, kurangnya
pengetahuan untuk menghindari paparan patogen, malnutrisi, agen farmasi
(misalnya, imunosupresan), ketuban pecah dini ketuban, pecah selaput ketuban
berkepanjangan, trauma, kerusakan jaringan.
Disarankan
NOC hasil
Status kekebalan tubuh,
Pengetahuan: Infeksi Manajemen, Pengendalian Risiko, Deteksi Risiko.
Klien
Hasil
Klien
akan:
1. Tetap
bebas dari gejala infeksi
2. Negara
gejala infeksi yang harus diperhatikan
3. Menunjukkan
perawatan yang tepat dari infeksi rawan situs
4. Menjaga
jumlah sel darah putih dan diferensial dalam batas normal
5. Menunjukkan
tindakan higienis yang tepat seperti mencuci tangan, perawatan mulut, dan
perawatan perineum
Intervensi
yang Disarankan NIC
Imunisasi / Vaksinasi
Manajemen, Pengendalian Infeksi, Infeksi Perlindungan
Intervensi
keperawatan dan Alasannya
·
Termometer oral atau timpani dapat
digunakan untuk menilai suhu pada orang dewasa dan bayi. EBN: penggunaan
termometer timpani selain termometer oral dalam mendapatkan suhu didukung (Gilbert,
Barton, & Counsell, 2002; Mains, 2008). Rekaman temperatur membran timpani
pada neonatus prematur yang sehat aman, akurat, mudah, dan nyaman untuk bayi
(Bailey & Rose, 2001).
·
Hati-hati mencuci dan tepuk kulit
kering, termasuk daerah lipatan kulit. Gunakan hidrasi dan moisturization pada
semua beresiko permukaan. EBN: Dermatitis atopik adalah, umum kondisi kulit
kronis yang dapat dikelola dalam kebanyakan klien dengan tindakan menghindari
resep, perawatan kulit yang baik, antihistamin, dan obat-obatan topikal
konservatif (Mack, 2004).
·
Monitor berat badan, meninggalkan 25%
atau lebih dari makanan yang dimakan pada sebagian besar makanan. EBN:
Penelitian ini menunjukkan kriteria di atas sebagai prediktor signifikan dari
malnutrisi protein kalori (Crogan, Corbett & Short, 2002).
·
Gunakan sesuai "kebersihan
tangan". EBN: pencegahan infeksi teliti pencegahan yang diperlukan untuk
mencegah perawatan kesehatan terkait infeksi, dengan perhatian khusus pada
kebersihan keras dan tindakan pencegahan standar (CDC, 2002, Gould, 2004).
Dalam penelitian ini tingkat yang lebih rendah dari MRSA terkait dengan
kebersihan tangan yang baik (Mears et al, 2009).
·
Ikuti tindakan pencegahan standar dan
memakai sarung tangan saat melakukan kontak dengan darah, selaput lendir, kulit
nonintact, atau zat tubuh kecuali keringat. Gunakan kacamata, sarung tangan
bebas serbuk, dan gaun saat yang tepat. Kewaspadaan Standar berlaku untuk semua
klien. Anda harus mengasumsikan semua klien yang membawa patogen melalui darah
(CDC, 2007). EBN: Penelitian telah menunjukkan bahwa komplikasi pascaoperasi
beberapa dapat terjadi ketika bubuk partikel dari sarung tangan bedah dan ujian
jatuh ke sayatan terbuka atau sengaja ditempatkan di dalam tubuh dengan alat
yang sangat mempengaruhi pada partikel telah melekat diri (Sama-Day Surgery,
2004).
·
Gunakan praktik berbasis bukti dan
mendidik personil dalam perawatan kateter perifer: menggunakan teknik aseptik
untuk penyisipan dan perawatan, situs label penyisipan dan semua tabung dengan
tanggal dan waktu penyisipan, memeriksa setiap 8 jam infeksi, catatan, dan
laporan. EBN: Perawatan dalam pemilihan lokasi dan kateter adalah penting.
Kateter terpendek dan ukuran terkecil harus digunakan bila memungkinkan.
Mengakomodasi kebutuhan untuk mengganti kateter sebelum mereka acclude (Schmid,
2000).
Pediatric
·
Cluster prosedur keperawatan untuk
mengurangi jumlah kontak dengan bayi memungkinkan waktu untuk kebersihan tangan
yang tepat. EBN: Peningkatan penanganan minimal dan pengelompokan prosedur
keperawatan mengurangi episode kontak klien total, yang dapat membantu untuk
mengatasi penghalang utama keterbatasan waktu (Lam, Lee, & Lau, 2004).
Geriatrik
Amati dan melaporkan
jika klien memiliki suhu rendah grade atau onset baru kebingungan. Gunakan
termometer ketiak anelectronic. EBN:
Mereka merawat klien tua harus waspada terhadap adanya potensi whwn infeksi
bahkan tingkat rendah elevasi temperatur muncul untuk jangka pendek (Holtzclaw,
2003). Dalam sebagian besar kebingungan akut pada orang tua, etiologi adalah
infeksi multifaktorial dan dehidrasi sebagai penyebab paling umum (Cacchione et
al, 2003). Termometer aksila elektronik aman dan akurat untuk klien geriatri
(Giantin et al, 2008).
Home Care
·
Menilai dan mengobati luka di rumah.
EBN: Luka pengobatan di masyarakat, bila dikombinasikan dengan pengkajian
keperawatan yang komprehensif, dapat efektif sekaligus mengurangi biaya
(Carville, 2004)
d. Deficit
pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologis, dan pengobatan)
yang berhubungan dengan tidak ada informasi dan sikap acuh terhadap informasi
Faktor yang terkait
Kognitif keterbatasan, informasi salah
tafsir, kurangnya paparan, kurangnya minat belajar, kurangnya recall, pahaman dengan sumber
informasi.
NOC (Nursing Hasil Klasifikasi)
Disarankan NOC Hasil
Pengetahuan, diet, proses Penyakit, konservasi energi, Perilaku Kesehatan,
Sumber Daya Kesehatan, Manajemen infeksi, Obat,
Keselamatan Pribadi, ditentukan aktivitas, Pengendalian Zat Penggunaan, treatmen
Prosedur, treatmen Rejimen.
Contoh Hasil NOC dengan
Indikator
Pengetahuan: Kesehatan Perilaku yang dibuktikan dengan indikator berikut; Sehat gizi
praktek / manfaat
kegiatan dan latihan / penggunaan yang aman dari obat resep dan nonprescription
(Tingkat hasil dan
indikator pengetahuan, Perilaku
Kesehatan, 1 pengetahuan
ada, 2 pengetahuan
terbatas,.. 3. Moderat
pengetahuan, 4 pengetahuan
substansial,. 5. pengetahuan
yang luas.
Kriteria Hasil:
Klien akan:
• Jelaskan keadaan penyakit, mengakui kebutuhan obat-obatan,
dan memahami pengobatan.
• Menjelaskan alasan untuk
terapi / pengobatan pilihan
•Memasukkan pengetahuan rejimen kesehatan ke dalam gaya hidup.
• Negara kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk mengelola situasi kesehatan dan tetap memegang kendali kehidupan.
• Menunjukkan bagaimana melakukan prosedur yang berhubungan dengan kesehatan
memuaskan.
• Daftar sumber daya yang dapat digunakan untuk informasi lebih lanjut
atau dukungan setelah debit.
Disarankan Intervensi NIC.
Pengajaran, Proses penyakit, individu,
Fasilitasi Belajar.
Contoh Kegiatan-Pengajaran: Proses
Penyakit.
Diskusikan
terapi / pengobatan pilihan: menggambarkan alasan di balik manajemen / terapi /
pengobatan recomendation.
Intervensi keperawatan dan rasional.
Multicultural
• Akui perbedaan ras / etnis pada awal perawatan EBN: Tampilkan hormat, akui perbedaan etnis menunjukkan sensitivitas dan kesadaran diri untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan dan mempromosikan
• Akui perbedaan ras / etnis pada awal perawatan EBN: Tampilkan hormat, akui perbedaan etnis menunjukkan sensitivitas dan kesadaran diri untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan dan mempromosikan
hasil
pengobatan (karat pada al 2006).
• Menilai untuk
pengaruh keyakinan budaya, norma, dan nilai-nilai pengetahuan dasar klien.
EBN = keyakinan
terhadap penyakit panduan perilaku kesehatan (Russels 2006).
• Kaji untuk
budaya / etnis perawatan diri EBN = rakyat dan pengobatan rumah dapat
berinteraksi dengan obat-obatan dan pengobatan (Russell 2006).
Home Care
• Menilai untuk
daerah tertentu dari pembelajaran yang memiliki potensi untuk respon emosional
yang kuat oleh klien atau keluarga / pengasuh. EBN: menghadiri untuk perawatan
fisik dan gagal untuk menilai untuk marabahaya di klien dan perawat keluarga
dapat mempengaruhi hasil kesehatan dan kualitas hidup (madden 2006).
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang
mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang mudah mati.
Biasanya batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau
magnesium fosfat dan asam urat.
Etiologi batu ginjal antara lain faktor genetik,
jumlah minum sedikit, konsumsi obat-obatan, batu kalsium, kelainan anatomi
ginjal dan salurannya
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah batu
ginjal meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan dan intervensi keperawatan.
3.2
Saran
Perawat diharapkan mampu memahami
tentang definisi batu ginjal secara luas agar mampu menjelaskan kepada
masyarakat tentang tanda awal gejala batu ginjal dan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang baik dan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero,
Mary, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Cahyono,
B. Suharjo. 2009. Batu Ginjal.
Yogyakarta : KANISIUS.
O’callaghan,
Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal
Edisi Kedua. Jakarta : Airlangga.