Minggu, 16 Desember 2012

asuhan keperawatan Batu Ginjal


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Batu dapat menyebabkan infeksi berulang, gangguan ginjal, atau hematuria. Obstruksi akut menyebabkan kolik ginjal dengan nyeri pinggang yang berat, seringkali menyebar ke selangkangan, dan kadang disertai mual, muntah, rasa tidak nyaman di abdomen, disuria, nyeri tekan ginjal, dan hematuria.
Batu ginjal adalah salah satu fenomena penyakit ginjal yang unik dimana terdapat batu pada ginjal akibat penumpukan kristal atau molekul yang tidak terbuang di ginjal, hal ini jika semakin lama akan membuat batu akan berkembang menjadi besar.
Batu ginjal secara sederhana dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu batu kalsium atau calcareous (mengandung kalsium) dan batu non kalsium atau non-calcareous (mengandung mineral non kalsium). Pembagian ini didasarkan atas kepentingan dalam menegakkan diagnosis penyakit batu ginjal dengan memanfaatkan pemeriksaan sinar-X, yang dikenal sebagai pemeriksaan foto polos abdomen (perut).
1.2  Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan batu ginjal?
2)      Apa etiologi batu ginjal?
3)      Bagaimana proses terbentuknya batu?
4)      Bagaimana manifestasi klinis batu ginjal?
5)      Apa saja keluhan batu ginjal?
6)      Apa saja komplikasi batu ginjal?
7)      Bagaimana pemeriksaan batu ginjal?
8)      Bagaimana asuhan keperawatan pada batu ginjal?
1.3  Tujuan
a)      Tujuan umum
1.      Mengetahui defini batu ginjal secara lebih luas
b)      Tujuan khusus
1.      Mengetahui pengertian batu ginjal?
2.      Mengetahui etiologi batu ginjal?
3.      Mengetahui proses terbentuknya batu?
4.      Mengetahui  manifestasi klinis batu ginjal?
5.      Mengetahui keluhan batu ginjal?
6.      Mengetahui komplikasi batu ginjal?
7.      Mengetahui pemeriksaan batu ginjal?
8.      Mengetahui asuhan keperawatan pada batu ginjal?
















BAB 2
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian
            Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang mudah mati. Biasanya batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
2.2       Etiologi
1.      Faktor genetik
Faktor genetik berperan penting dalam terjadinya batu ginjal pasa seseorang. Menurut Mange K.C (1999), seseorang yang mempunyai keluarga penderita batu ginjal mempunyai risiko mengalami penyakit batu ginjal sebesar 25 kali dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai garis keturunan penyakit batu ginjal. Hiperkalsiuria idiopatik ( penyebanya tidak diketahui) bersifat familial atau genetik. Berdasarkan penelitian dilaporkan bahwa 50% pasien dengan hiperkalsiura idiopatik bersifat diturunkan.
2.      Riwayat sakit batu ginjal sebelumnya
Penyakit batu ginjal bersifat kumat-kumatan. Artinya, pasien yang pernah menderita batu ginjal sekalipun batunya pernah keluar secara spontan atau dikeluarkan oleh dokter, suatu saat nanti dapat mengalami kekambuhan.
3.      Jumlah minum sedikit
Kurang minum, aktivitas yang banyak mengeluarkan keringat, dan cuaca/iklim panas menyebabkan volume cairan tubuh berkurang. Akibatnya, jumlah air kemih yang terbentuk juga lebih sedikit. Keadaan ini juga menciptakan supersaturasi atau kejunuhan ginjal.
4.      Meningkatnya konsentrasi mineral pembentuk batu dalam air kemih
Pengeluaran mineral yang berlebihan melalui air kemih menciptakan kejenuhan air kemih dan berpotensi menyebabkan terbentuknya batu ginjal. Misalnya : hiperkalsiura (pengeluaran kalsium yang berlebihan bersama air kemih), hiperoksaluria (pengeluaran oksalat yang berlebihan bersamaan air kemih), dan hiperuricosuria (pengeluaran asam urat yang berlebuhan bersamaan air kemih).
5.      Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu dehidrasi
Seseorang dengan pekerjaan sehari0hari lebih banyak menggunakan kekuatan fisik dan yang terlebih lagi tinggal di daerah yang beriklim panas serta terpapar matahari memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan batu ginjal. Mereka yang mempunyai hobi berolah raga tanpa diimbangi dengan jumlah minum yang memadai yang termasuk golongan yang berpotensi menderita batu ginjal.
6.      Kosumsi obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan seperti efedrin, obat pelancar kecing, obat kejang, dan obat anti virus (indinavir) berpotensi memudahkan terbentuknya batu ginjal.
7.      Penyakit dan gangguan metabolik
Kelainan metabolik tertentu menyebabkan pembuangan mineral tubuh meningkatkan misalnya penyakit hiperparateriodisme ( terjadi hiperkalsiura, penyakit rematik asam urat/gout artritis (terjadi hiperuricosuria), penyakit usus ( menurunnya kadar sitrat), dan penyakit asidosis tubuler ginjal (kehilangan sitrat melalui air kemih).
8.      Kelainan anatomi ginjal dan salurannya
Isidensi batu ginjal lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami kelainan anatomi ginjal. Hal ini berhubungan dengan terlambatnya aliran air kemih. Misalnya pada ginjal tapal kuda (horseshoe kidney), penyempitan ureter, penyempitan dikaliks, dan sebagainya.




2.3       Proses Terbentuknya Batu
            Ada berbagai teori yang mengemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan proses terbentuknya batu. Beberapa teori diantaranya adalah teori nukleasi,keseimbangan asam basa, dan teori penghambat kristalisasi.
1.      Teori nukleasi
Menurut penganut teori ini, batu terbentuk didalam urin karena adanya inti sabuk batu (nukleus).  Partikel-partikel yang berada di dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Terbentuknya inti batu dan kejenuhan dalam air kemih merupakan prasyarat terbentuknya batu. Terbentuknya inti saja tanpa disertai dengan unsur-unsur atau mineral pembentuk batu yang kelewat jenuh di tubulus pembentukan batu ginjal tidak akan menyebabkan terbentuknya batu.
Kristalisasi akan semakin banyak dan saling menyatu apabila unsur pembentuk batu, seperti kalsium, seseorang yang banyak menggosumsi makanan yang mengandung zat-zat tersebut disertai dengan jumlah minum yang sedikit dalam sehari, berpeluang untuk menderita batu ginjal. Ibarat seseorang menuang kopi di dalam segelas air, semakin banyak kopi yang dituang semakin jenuh atau pekat minuman kopi tersebut. Demikian halnya dalam proses pembentukkannya batu ginjal. Semakin banyak unsur mineral pembentuk batu dan semakin sedikit air yang terlibat dalam proses filtrasi- reabsorbsi- sekresi, kejenuhan dalam sistem tubulus juga meningkat.
2.      Keseimbangan asam basa
Keseimbangan asam basah di dalam air kemih mempengaruhi proses pembentukkan batu. Air kemih yang bersifat asam memudahkan terbentuknya batu kalsium dan asam urat. Sementara, air kemih yang bersifat basa mempermudahkan terbentuknya batu struvite/batu infeksi.
3.      Penghambat kristalisasi
Secara normal, zat-zat penghambat kristalisasi, seperti sitrat, magnesium, protein tamm-Horsfall, dan bikunin didalam air kemih terdapat dalam konsentrasi yang cukup memadahi untuk mencegah terbentuknya batu. Penurunan jumlah zat-zat tersebut meningkatkan resiko terbentuknya batu, contohnya, di dalam air kemih sitrat sehingga mengalami ikatan kalsium dengan oksalat. Menurunnya jumlah sitrat di dalam air kemih atau hipositraturia, seperti yang terjadi pada gangguan penyerapan di usus atau oleh karena pemberian obat pelancar kencing, akan meningkat resiko pembentukan batu kalsium oksalat.
2.4       Manifestasi Klinis
1.      Batu Kalsium
Merupakan jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urin yang rendah, kadar kalsium urin tinggi, oksalat urin tinggi, dan sitrat urin rendah. Hiperkalsiuria terjadi pada 65% pasien dengan batu. Keadaan ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan peningkatan absorpsi kalsium di usus, obesitas, dan hipertensi.  Asupan cairan seharusnya ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein hewani  dikurangi. Tiazid menghambat ekskresi kalsium dan kadar kalium atau sitrat dikoreksi dengan kalium sitrat. Kelebihan asupan kalsium atau penyebab lain hiperkalsemia dapat menyebabkan hiperkalseuria, terutama hiperparatiroidisme primer. Kelebihan natrium dalam diet meningkatkan kadar kasium urin dengan mengurangi reabsorpsi natrium di tubulus proksimal dan kontranspor kalsium. Asupan protein hewani meningkatkan kadar kalsium urin. Oksalat merupakan hasil akhir metabolic yang di ekskresi urin. Hiperoksaluria dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi di kolon pada penyakit ileus, atau kelainan metabolisme bawaan. Hipositraturia dapat bersifat idiopatik atau timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang menyebabka kelebihan metabolism sitrat pada mitokondria.
2.      Batu Urat
Natrium urat bersifat relative tidak larut pada pH asam. Sebagian besar kasus bersifat idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin asam. Pengobatannya meliputi mengurangi asupan purin dalam diet, meningkatkan volume urin, dan alkalinisasi urin dengn natrium bikarbonat atau kalium sitrat. Alopurinol menghambat produksi urat. Penyebab sekundernya meliputi kelainan metabolism purin bawaan dan turnover atau kematian sel yang cepat, terutama selama kemoterapi kanker. Hidrasi, alkalinisasi, merupakan suatu profilaksis. Urin yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat alkali akibat diare, ileostomi, atau penyalahgunaan laksan.
3.      Batu Sistin
Batu sistin terbentuk karena penyerapan sistin di tubulus ginjal terganggu sehingga sistin yang terlarut menurun sehingga terjadi sistinuria. Akibatnya, kejenuhan sistin meningkat dan terjadi kristalisasi sistin. Penyerapan sistin di tubulus terganggu akibat adanya kelainan yang bersifat herediter (diturunkan) dalam transport sistin. Sistin bersifat relative tidak larut, terutama pada pH asam. Tindakan profilaksisnya dalah dengan asupan cairan yang baik, dan alkalinisasi dengan natrium bikarbonat. Dimetilsistein (D-penisilamin) memecah sistin menjadi bagian-bagian yang larut.
4.      Batu Infeksi
Batu struvite disebut juga batu infeksi karena terjadi akibat proses infeksi. Batu infeksi disususn terutama oleh unsure magnesium ammonium fosfat. Mikroorganisme penghasil urease (Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus saprophyticus, dan Ureaplasma urealyticum) menghasilkan 2 amonium dan bikarbonat untuk setiap urea yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Keadaan ini akan memudahkan terjadinya kristal ammonium. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi juga akan meningkatkan karbonat, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya batu karbonat apatite.
Meskipun hamper semua mineral dapat membentuk batu staghorn, namun 75% batu ini dibentuk oleh struvite-carbonate-apatite matrix. Batu staghorn merupakan batu ginjal yang berbentuk mirip tanduk rusa yang ukurannya dapat membesar dan tinggal terjebak di ginjal. Sering kali, pada pasien dengan batu staghorn, selama proses pembentukan batu tersebut pasien tidak mengalami gangguan yang berarti. Setelah batu sedemikian besar, masalah yang timbul adalah infeksi yang berulang dan ginjal yang terkena sudah sangat terganggu.Pengobatannya meliputi pengangkatan batu, antibiotic, dan skrining predisposisipembentukan batu.



2.5       Keluhan Batu Ginjal
            Ada berbagai keluhan yang dirasakan oleh pasien yang menderita batu ginjal sebagaimana dialami oleh bpk. Roni. Misalnya : nyeri kolik, nyeri ginjal, nyeri buli-buli, urgensi, disueria, polakisuria, hematuria, dan anuria,/oligura. Berikut dibahas mengenai keluhan-keluhan tersebut.
1.      Batu ginjal yang tenang
Tidak semua batu ginjal menyebabkan keluhan. Umumnya, batu yang tanpa penyulit, terutama yang berada di ginjal tidak memberikan keluhan sama sekali. Apabila batu yang berada di ginjal terlepas ke saluran ureter, barulah terjadi keluhan. Glowacki, dkk. (1992) mengamati 107 pasien batu ginjal yang tidak memeperlihatkan keluhan sama sekali. Dalam evaluasi selama 32 bulan, 73 pasien (68,2%) masih tidak mengalami keluhan, namun 34 pasien diantaranya (31,8%) mengalami serangan nyeri.
2.      Nyeri  kolik
Nyeri kolik atau yang lazim disebut kolik renal ,sebagaimana yang dialami oleh Bpk. Roni merupakan keluhan klasik penderita batu ginjal. Nyeri kolik yaitu sensasi nyeri disatu sisi pinggang atau perut. Nyeri dapat menjalar ke scrotum, penis atau vulva, muncul secara mendadak, bersifat hilang timbul dengan intetensitas nyeri yang kuat. Lokasi nyeri dan keluhan lainnya tergantung lokasi batu. Batu di ureter proksimal menyebabkan kolik renal, nyeri pinggang dan perut bagian atas. Batu di ureter tengah menimbulkan kolik renal, nyeri pinggang dan perut atas. Bila batu di ureter bawah, pasien akan mengalami kolik renal, disuria, urgensi, dan nyeri pinggang yang menjalar ke penis atau vulva. Kolik renal terjadi akibat kontraksi otot polos ureter karena rangsangan atau sumbatan batu yang berada di ureter.
3.      Nyeri ginjal
Nyeri ginjal adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Ginjal secara normal dilapisi oleh sebuah selaput yang disebut kapsul ginjal. Regangan kapsul ginjal ini dapat terjadi oleh beberapa sebab, seperti infeksi ginjal (pielonefritis) dan sumbatan saluran kemih (misalnya ureter) yang mengakibatkan pelebaran saluran ureter. Rasa nyeri umumnya dirasakan di pinggang dan umumnya tidak menjalar.
4.      Nyeri buli-buli
Nyeri buli-buli atau vesica dirasakan didaerah bawah pusat. Nyeri terjadi akibat buli-buli teregang atau karena peradangan atau infeksi akibat adanya batu di buli-buli.
5.      Urgensi
Urgensi adalah rasa ingin kencing sehingga terasa sakit. Keadaan ini dapat terjadi karena hiperirtabilitas dan hiperaktivitas buli-buli. Hal ini mungkin disebabkan oleh proses peradangan akibat adanya batu buli-buli atau adanya penyumbatan dibawah buli-buli (misalnya pada pada seseorang yang mengalami pembesaran prostat).
6.      Disuria
Disuria adalah perasaan nyeri saat kencing. Hal ini disebabkan karena iritasi saluran kemih. Batu yang berasal dari ginjal, yang kemudian turun ke ureter, masuk ke dalam buli-buli, dan keluar melalui uretra dalam perjalalanannya dapat menimbulkan lecet atau iritasi sepanjang saluran yang dilaluinya. Dalam keadaan demikian, pada saat seseorang berkemih, bagian saluran yang lecet akan teriritasi oleh aliran air kemih.
7.      Polakisuria
Polakisuria adalah frekuensi  kencing yang lebih sering daripada biasanya. Hal ini terjadi karena hiperiritabilitas buli-buli.
8.      Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah didalam air kemih. Hematuria dapat dibagi menjadi dua, yaitu hematuria mikroskopsis dan gross hematuria. Hematuria mikroskopsis hanya diketahui melalui pemeriksaan mikroskop. Sementara, gross hematuria dapat diketahui dengan mata telanjang karena jumlah sel darah merah yang keluar cukup banyak. Pada umumnya, keluhan hematuria pada pasien dengan batu ginjal disertai keluhan disuria karena keduanya mencerminkan adanya iritasi atau lecetnya saluran kemih.
9.      Anuria/oliguria
Anuria/oliguria mencerminkan bahwa jumlah air kemih yang dibentuk ginjal dibawah rata-rata. Secara umum, volume air kemih orang sehat lebih dari satu liter. Pada keadaan ketika ginjal dan salurannya mengalami gangguan, misalnya kurang minum, sumbatan kedua ureter oleh batu, pembesaran prostat, atau kedua ginjal mengalami kerusakan, produksi air kemih sangat sedikit. Dikatakan anuria apabila produksi air kemih seseorang kurang dari 200 cc/hari, sedangkan oliguria apabila produksi air kemihnya kurang dari 600 cc/hari.
2.6       Komplikasi Batu Ginjal
            Keluhan yang berhubungan dengan batu ginjal sangat beragam, tergantung sejauh mana batu menimbulkan masalah atau komplikasi. Keluhan-keluhan yang dibahas di atas sangat mungkin dialami oleh pasien yang menderita penyakit batu ginjal. Masalahnya adalah adalah , sejauh mana batu telah menimbulkan penyulit atau komplikasi. Batu ginjal yang berada  di ginjal menimbulkan keluhan yang berbeda dengan batu yang disertai infeksi, akan menimbulkan keluhan dan penderitaan yang berbeda dengan pasien yang tidak mengalami infeksi.
Batu ginjal yang hanya sekadar menimbulkan keluhan nyeri atau kolik renal mungkin tidak begitu menjadi masalah setelah nyeri berhasil diatasi. Permasalahan yang timbul berhubungan dengan penyakit batu ginjal adalah apabila batu tersebut kemudian menyebabkan sumbatan atau infeksi. Sumbatan saluran kemih bersifat permanen oleh batu beresiko menyebabkan gagal ginjal.Itulah masalahnya. Pada Bagan 1 dapat dilihat bagaimana batu menyebabkan timbulnya penyulit atau komplikasi.
1.      Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan terjadi karena batu menutup secara total aliran kemih, baik di pelvis ginjal atau di ureter bagian atas, tengah, atau bawah, atau di uretra (Gamabar 8). Batu yang terjebak di ureter apabila tidak segera dikeluarkan akan menybabkan stasis air kemih. Ruang pelvis dan saluran ureter di atas daerah penyumbatan akan melebar. Keadaan ini dikenal sebagai hidronefrosis atau hidroureter. Batu di ureteropelvis dapat mengakibatkan hidronefrosis dan batu di ureter menyebabkan hidroureter. Tanpa penanganan yang adekuat, baik hidronefrosis maupun hidroureter yang dibiarkan dalam jangka lama akan menyebabkan kerusakan ginjal atau gagal ginjal.
2.      Infeksi
Batu ginjal dan infeksi ibarat mata uang dengan dua sisi. Maksudnya, keberadaan batu dan kejadian infeksi sangat berkaitan karena batu ginjal menjadi media yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme. Proses infeksi bisa bersifat lokal maupun sistemik. Contoh infeksi lokal yaitu ureteritis (infeksi di ureter), sistitis (infeksi buli-buli), dan pielonefritis (infeksi ginjal). Infeksi sistemik  atau yang disebut urosepsis merupakan kelanjutan dari infeksi lokal yang tidak ditangani dengan baik. Pada keadaan urosepsis ini, kuman atau mikroorganisme masuk ke seluruh peredaran darah tubuh. Bakteri yang telah masuk ke seluruh peredaran darah tubuh akan mengeluarkan racun sehingga akan merusak organ tubuh lainnya. Tanpa pengobatan yang memadai, 50-60% paien yang mengalami urosepsis tidak dapat diselamatkan.
3.      Gagal ginjal
Dari sekian banyak komplikasi yang ada, gagal ginjal, terlebih lagi yang sudah ke tahap cuci darah merupakan komplikasi yang paling ditakuti. Komplikasi gagal ginjal dapat terjadi akibat sumbatan batu atau infeksi atau karena keduanya.


2.7  Pemeriksaan Batu Ginjal
1.      Riwayat penyakit dan kebiasaan
Riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan, pekerjaan, pola diet, asupan minum, obat-obatan yang pernahatau sedang dikonsumsi dan penyakit yang sedang diderita oleh seseorang yang menderita batu ginjal perlu digali untuk menentukan faktor risiko yang dimiliki pasien tersebut, yang berhubungan dengan proses pembentukan batu.
2.      Keluhan dan pemeriksaan fisik
Tugas dokter adalah menentukan diagnosis dan memberikan terapi sesuai dengan penyakit yang diderita pasiennya. Salah satu cara untuk menuju diagnosis dokter akan melakukan wawancara dan memeriksa dan memeriksa kondisi fisik pasien. Selain menggali kebiasaan dan perilaku pasien seperti yang sudah dibahas di atas, dokter akan menggali informasi mengenai nyeri yang terjadi serta keluhan lainnya yang berhubungan dengan masalah batu ginjal dan komplikasinya (demam, air kemih berwarna merah, jumlah kencing dalam sehari dan sebagainya) sebagaimana sudah dibahas sebelumnya. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan memeriksa bagian perut dan pinggang.
3.      Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium mempunyai tiga tujuan yaitu
1.      Mengetahui faktor risiko batu ginjal,
2.      mengetahui adanya komplikasi batu ginjal,
3.      mengetahui jenis serta penyebab timbulnya batu ginjal.
4.      Pemeriksaan air kemih rutin
Pemeriksaaan air kemih dilakukan dilakukan melalui pemeriksaan air kemih rutin dan analisis 24 jam. Pemeriksaan air kemih sesaat yang perlu diperiksa adalah leukosit, eritrosit, keasaman/ph dan protein.
Pada orang dewasa sehat, pH air kemih berkisar antara 4,5 - 8,0 tetapi rata-rata adalah 6,0. Diet yang mengandung banyak protein hewani cenderung membentuk air kemih bersifat asam, sedangkan diet tinggi serat (sayur dan buah) cenderung membentuk air kemih bersifat basa. Air kemih yang bersifat asam memudahkan terbentuknya batu kalsium dan asam urat, sedangkan air kemih yang bersifat basa memudahkan terbentuknya batu struvite/batu infeksi. Oleh sebab itu, mengukur keasaman air kemih sangat penting, khususnya untuk mencegah batu ginjal agar tidak mengalami kekambuhan.
Proses pengeluaran batu ginjal dari tubuh misalnya batu yang berada di pelvis ginjal yang bermigrasi ke ureter atau batu ginjal yang berada di buli-buli, sering kali menimbulkan cedera di saluran tersebut. Apabila cedera yang terjadi cukup nyata maka dengan mudah warna air kemih berubah menjadi merah atau seperti air cucian beras. Akan tetapi, seringkali cedera yang terjadi sangat ringan sehingga bentuk fisik air kemih tampak normal.
Secara lebih mudah, adanya cedera atau iritasi di sepanjang saluran ginjal dapat dideteksi dengan pemeriksaan sel darah merah/eritrosit air kemih dengan bantuan mikroskop. Adanya eritrosit di dalam air kemih di sebut eritrosituria. Pada umumnya, keberadaan batu ginjal sangat dekat dengan kejadian infeksi saluran kemih.
Adanya infeksi saluran kemih ditandai dengan penemuan sel darah putih atau leukosituria dalam jumlahyang cukup menonjol. Apabila ditemukan keluhan pada pasien yang mencerminkan adanya infeksi, seperti nyeri saat buang air kemih, demam, dan leukosituria maka dokter akan melakukan kultur kuman dan uji kepekaan kuman terhadap obat antibiotik.
5.      Analisis air kemih 24 jam
Pemeriksaan air kemih lain yang penting yaitu analisis air kemih yang ditampung selama 24 jam, untuk mengukur kadar mineral kalsium, oksalat, asam urat dan sitrat. Dengan mengetahui jumlah mineral yang dikeluarkan melalui air kemih terssebut maka dapat diketahui adanya faktor risiko dan penyebab batu ginjal. Bagi seseorang yang belum menderita batu ginjal, jika terjadi peningkatan kadar mineral tertentu maka segera dapat diambil langfkah pencegahan. Misalnya, bila seseorang mengalami peningkatan pengeluaran kalsium atau hiperkalsiuria maka sebaiknya ia menghindari atau mengurangi diet yang banyak mengandung protein hewani. Sementara, bagi seseorang yang sudah menderita batu ginjal, dengan pemeriksaan tersebut dapat diketahui kemungkinan penyebab batu ginjal, apakah batu kalsium ataukah asam urat.
6.      Analisis batu
Batu yang telah dikeluarkan atau yang keluar secara spontan dari saluran kemih perlu dianalisis. Sudah barang tentu analisis batu lebih memiliki nilai informasi dibandingkan analisis air krmih 24 jam, karena analisis batu meerupakan cara langsung untuk mengetahui komposisi batu. Kegunaan analisis batu adalah untuk mengetahui secara pasti jenis batu, guna mencegah terjadinya kekambuhan di kemudian hari.
7.      Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dapat memberikan informasi mengenai beberapahal, peningkatan kadar kalsium dan asam urat mengindikasikan adanya faktor risiko atau penyebab batu ginjal. Peningkatan kadar kalsium atau hiperkalsemia mungkin mencerminkan adanya penyakit metabolik, misalnya peningkatan kadar hormon paratiroid atau hiperparatiroidisme.
8.      Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi bermanfaat untuk memvisualisasi batu yang berlokasi di ginjal dan di buli-buli. Kelemahan alat ini adalah tidak mampu mendeteksi batu yang berlokasi di ureter. Akan tetapi sumbatan yang terjadi di ureter yang ditandai dengan pelebaran saluran ureter di atas lokasi yang tersumbat (disebut hidronefrosis) dapat dideteksi oleh ultrasonografi. Pemeriksaan ini relatif murah dan dilakukan tanpa persiapan khusus, kecuali hanya minum 2-3 gelas air putih dan pasien diminta untuk menahan kencing sampai pemeriksaan ultrasonografi selesai. Kepekaan ultrasonografi untuk mendeteksi batu ginjal tidak terlalu memuaskan. Pemeriksaan ultrasonografi menjadi pilihan awal untuk mencari penyebab nyeri perut karena dapat mengungkap penyebab nyeri lain selain batu ginjal, yang mungkin bersumber dari gangguan organ wanita (indung telur, rahim, kandung empedu, hati dan pankreas). Penemuan adanya pelebaran ureter atau hidronefrosis harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pielografi intravena.
9.      Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen atau plain film radiography merupakan pemeriksaan yang relatif sederhana dengan memanfaatkan sinar X, untuk memberikan informasi mengenai ukuran, lokasi dan densitas batu ginjal. Pemeriksaan foto polos abdomen dilakukan tanpa persiapan apa pun (tidak perlu puasa). Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan karena tidak semua batu dapat divisualisasi. Foto polos abdomen menilai densitas batu. Batu yang mengandung kalsium dapat divisualisasi dengan memberikan densitas warna putih atau disebut radiopak. Sementara, batu yang tidak mengandung kalsium tidak memberikan densitas warna putih sehingga gambaran batu tidak tervisualisasi atau bersifat radiolusen. Sekitar 75-90% batu ginjal bersifat radiopak
2.8  Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Data subjektif. Kunci penting dalam diagnosis adalah riwayat pasien. Dari riwayat nyeri yang dialami pasien, sudah dapat diketahui apakah nyeri itu karena obstruksi batu. Apabila batu ada didalam ginjal, nyerinya tidak tajam dan mungkin tetap dan dirasakan di daerah sudut kostovertebra. Nyeri yang kolik dan hebat akan dirasakan apabila batu masuk kedalam ureter. Riwayat keluarga juga perlu digali.
Data objektif. Data objektif yang harus diperoleh mencakup haluaran urine, adanya batu dalam urine, tanda vital (demam), dan nyeri tekan di daerah sudut kostovertebra.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri yang berhubungan dengan adanya batu.
b.      Gangguan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan obstruksi oleh batu
c.       Risiko infeksi yang berhubungan dengan stasis urine dan adanya batu.
d.      Deficit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologis, dan pengobatan) yang berhubungan dengan tidak ada informasi dan sikap acuh terhadap informasi
3.      Intervensi
a.       Nyeri yang berhubungan dengan batu
Hasil yang diharapkan menurut NOC
Tingkat kenyamanan, kontrol nyeri, tingkat nyeri
Contoh hasil NOC dengan Indikator
Tingkat rasa sakit yang dibuktikan dengan indikator berikut: nyeri dilaporkan / panjang episode nyeri / mengerang dan menangis / ekspresi wajah nyeri (tingkat hasil dan indikator tingkat nyeri: 1 = parah, 2 = substansial, 3 = sedang, 4 = ringan , 5 = tidak ada.
Klien hasil
Klien akan (menentukan kerangka waktu)
Bagi klien yang mampu memberikan laporan diri
·         Gunakan alat laporan nyeri diri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan menetapkan tujuan fungsi kenyamanan.
·         Laporkan bahwa nyeri rejimen manajemen mencapai tujuan kenyamanan fungsi tanpa efek samping
·         Menjelaskan metode non farmakologi yang dapat digunakan untuk membantu mencapai tujuan fungsi kenyamanan
·         Melakukan kegiatan pemulihan atau ADL mudah
·         Jelaskan bagaimana tahap pengelolaan nyeri
·         Kemampuan negara untuk mendapatkan jumlah yang cukup istirahat dan tidur
·         Beritahu anggota dari tim perawatan kesehatan segera untuk tingkat nyeri yang lebih besar dari tujuan fungsi kenyamanan, atau  efek samping
Bagi klien yang tidak mampu memberikan laporan diri
·         Mengurangi  dalam perilaku nyeri terkait
·         Gunakan penilaian klinis untuk mengevaluasi efektivitas intervensi jika klien tidak mampu untuk menunjukkan perilaku
·         Melakukan kegiatan pemulihan atau ADL mudah sebagaimana ditentukan oleh kondisi klien
·         Menunjukkan adanya nonopioid efek analgesik opioid atau yang merugikan
NIC (Klasifikasi Intervensi dalam keperawatan)
Intervensi  yang disarankan oleh NIC:
Administrasi analgesik, manajemen nyeri, pasien-dikendalikan dengan bantuan analgesia (PCA)
Contoh NIC kegiatan-nyeri manajemen
Yakinkan bahwa klien menerima perawatan analgesik perhatian, melakukan penaksiran komprehensif sakit untuk memasukkan lokasi, karakteristik, onset / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
Intervensi Keperawatan dan Rasional
·         Kaji tingkat nyeri pada klien menggunakan laporan diri yang valid dan dengan alat nyeri yang dapat diandalkan seperti tingkat nyeri pada skala 0-10. Langkah pertama dalam penaksiran nyeri adalah untuk menentukan apakah klien dapat memberikan laporan diri. Minta klien untuk menilai tingkat rasa sakit atau pilih deskriptor intensitas nyeri menggunakan laporan alat nyeri yang valid dan dapat diandalkan (Breivik dkk, 2008; pasero et al, 2009). EBN: tingkatan  nyeri tunggal dimensi sikap keperawatan dan keyakinan tentang penilaian nyeri mengungkapkan bahwa penggunaan efektif skala penilaian nyeri sering ditentukan oleh sikap pribadi perawat tentang efektivitas (Layman-Young, Horton & davidhizar, 2006).
·         Minta klien untuk menggambarkan pengalaman nyeri sebelumnya, efektivitas intervensi manajemen nyeri, respon terhadap obat analgesik termasuk kejadian efek  merugikan dan kekhawatiran tentang rasa sakit dan pengobatannya (misalnya, takut tentang kecanduan, kekhawatiran atau kecemasan) dan kebutuhan informasi. EBN: memperoleh sejarah nyeri , membantu untuk mengidentifikasi faktor-faktor potensial yang dapat mempengaruhi kesediaan klien untuk melaporkan nyeri, serta, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri, respon klien terhadap nyeri, kecemasan, dan farmakokinetik dari analgesik et (Kalman al 2003; Deane & smith, 2008; Dunwoody et al, 2008)
·         Menjelaskan efek samping pada  rasa sakit tak henti-hentinya. EBN: nyeri akut tak henti-hentinya dapat memiliki konsekuensi pada  fisiologis dan psikologis yang memfasilitasi hasil klien negatif. Pengelolalaan  nyeri akut memiliki potensi untuk perubahan neurohumoral yang tidak efektif , remodcling neuronal, berdampak pada fungsi imun, dan tekanan fisiologis, psikologis, dan emosional yang  lama dan dapat menyebabkan sindrom sakit kronis (brennan, mobil & sepupu, 2007; Dunwoody et al, 2008 , evans et al, 2009).
·         Jika klien tidak dapat memberikan laporan diri, 1) mempertimbangkan kondisi klien dan mencari kemungkinan penyebab nyeri (misalnya, adanya cedera jaringan kondisi patologis, atau paparan prosedur / intervensi yang biasanya mengakibatkan nyeri);. 2 ) mengamati untuk perilaku yang dapat mengindikasikan adanya nyeri (misalnya, ekspresi wajah, menangis, restlesness dan perubahan dalam aktivitas), 3) mengevaluasi indikator fisiologis, dengan pemahaman bahwa ini adalah indikator sensitif paling nyeri dan dapat berhubungan dengan kondisi lain yang nyeri (e, g., syok, hipovolemia, kecemasan), dan 4) melakukan uji coba analgesik. Tidak adanya perilaku dianggap indikasi rasa sakit bukan berarti  bahwa rasa sakit tidak ada (pasero & McCaffery, 2005) EBN: perilaku tertentu telah terbukti menjadi indikasi rasa sakit dan digunakan untuk menilai nyeri pada klien yang tidak dapat menggunakan laporan diri dengan alat nyeri (misalnya, klien gangguan kognitif) (Puntillo et al, 2004; Puntillo et al, 2009). Namun, perilaku bervariasi antar individu, dan perilaku yang dapat menunjukkan rasa sakit di satu klien mungkin tidak menunjukkan rasa sakit bagi orang lain. Seorang pengganti yang tahu klien mungkin dapat memberikan informasi tentang patologi rasa sakit yang mendasari dan perilaku khusus untuk klien yang mungkin merasa nyeri (pasero, 2009a). penaksiran nyeri harus dibakukan dan harus memperhitungkan kemampuan kognitif, kondisi sakit yang  mendasari atau prosedur, tingkat ketakutan atau kecemasan, dan kemampuan klien untuk memberikan laporan diri (herr et al, 2006; Pasero et al, 2009).
·         Mencegah kemungkinan adanya nyeri selama prosedur  dilakukan (venipuncture misalnya, pada saat pemasangan tusukan tumit, dan kateter intravena perifer). Menggunakan anestesi lokal topikal atau intravena sebagaimana ditentukan oleh status klien individual dan kebutuhan.penempatan kateter intravena  adalah salah satu prosedur yang menyakitkan yang paling umum dilakukan pada semua usia dan pengaturan perawatan kesehatan, seringkali tanpa obat bius  (Valdovinos et al, 2009). EBN: topikal anestesi krim dapat menurunkan venipuncture dan nyeri IV penyisipan signifikan (Fetzer 2002, Brown, 2009; Valdovinos et al, 2009).
·         Administrasi opioid oral atau intravena (IV) seperti yang diperintahkan. Menyediakan PCA, infus perineural, dan intraspinal analgesia seperti yang diperintahkan, bila perlu dan tersedia. Rute invasif administrasi yang mampu memberikan kontrol nyeri yang memadai dianjurkan. Rute IV disukai untuk kontrol cepat sakit parah. Untuk rasa sakit yang konstan (diharapkan akan hadir sekitar 50% dari hari), mengelola setiap opioid 4 jam (berdasarkan waktu paruh) sekitar-the-clock (ATC) (DeSandre & Quest, 2009). Untuk nyeri intermiten atau terobosan, dosis prn sesuai (Pasero, 2003a, Pasero & Mc Caffery, 2007; APS, 2008). EBN: Pasien dikontrol dalam pemberian analgesia lebih efektif dalam mengontrol rasa sakit dari on-demand IM suntikan (Chang, Ip, & Cheung, 2004; Bainburidge, Martin, & Cheng, 2006).
·         Hindari pemberian obat anti nyeri intramuskular (IM). Suntikan IM akan terasa sakit, suntikan IM  dapat menyebabkan abses steril dan fibrosis otot dan jaringan lunak. Suntikan IM juga dapat menyebabkan cedera saraf dengan pin neuropatik kronis (APS, 2008). EBN: pasien diberikan analgesia agar lebih efektif dalam mengontrol rasa sakit dari suntikan IM (Chang, Ip, & Cheung, 2004).
·         Diskusikan tentang ketakutan klien terhadap nyeri, overdosis, dan kecanduan. Karena banyak kesalahpahaman tentang rasa sakit dan pengobatannya, pendidikan tentang kemampuan untuk mengontrol rasa sakit secara efektif dan koreksi mitos  tentang penggunaan opioid harus dimasukkan sebagai bagian dari rencana perawatan. Kecanduan tidak mungkin terjadi ketika klien menggunakan opioid untuk manajemen nyeri (McCaffery, Pasero, & Portenoy, 2004, APS, 2008; DeSandre & Quest, 2009). EBN: Klien sering memendam kecemasan realistis dan kesalahpahaman tentang penggunaan opioid, risiko kecanduan, dan pengelolaan efek samping (Brennan, Carr, & Cousins​​, 2007).
·         Tinjau tingkat nyeri klien dan laporan catatan obat untuk mengevaluasi efektivitas penghilang rasa sakit, sebelumnya 24-jam persyaratan opioid, dan terjadinya efek samping. EBN: pelacakan sistematis rasa sakit merupakan faktor penting dalam meningkatkan manajemen nyeri dan membuat penyesuaian rezim manajemen nyeri (Faries et al, 1991). Jika rasa sakit  konstan, dosis yang segera untuk melepaskan opioid harus diberikan setiap 4 jam ATC. Jika rasa sakit tetap terkendali setelah 24 jam, tingkatkan dosis rutin dengan jumlah yang sama dengan dosis total opioid yang diberikan selama 24 jam sebelumnya, atau sebesar 25% sampai 50% dari nyeri ringan dan nyeri sedang, dan 50% sampai 100% untuk nyeri berat (NCI, 2007).
Pediatrik
·         Seperti pada orang dewasa, gunakan intervensi non farmakologi  untuk melengkapi, bukan menggantikan  intervensi farmakologis. EBN: terapi pelengkap seperti relaksasi. Gangguan, hipnotik, terapi seni, dan citra mungkin memainkan peran penting dalam manajemen nyeri holistik (Lassetter, 2006; Golianu et al, 2007; APS, 2008, Bouza, 2009; lago et al, 2009) intervensi non farmakologi dapat mengurangi prosedur yang berhubungan dengan distress (APS 2008)
Multicultural
·         Menilai untuk efek fatalisme pada keyakinan klien mengenai keadaan rasa nyaman. EBN: perspektif fatalistik, yang melibatkan keyakinan bahwa seseorang tidak dapat mengendalikan nasib sendiri, dapat mempengaruhi perilaku kesehatan dalam beberapa Penduduk Amerika dan Latin Afrika (Ward et al, 2008)
·         Gunakan pendekatan berpusat keluarga untuk merawat EBN: melibatkan keluarga dalam perawatan manajemen nyeri dapat meningkatan kepatuhan terhadap pengobatan regimen (juarez, Ferrell & borneman, 1998).
·         Menggabungkan aman dan efektif praktek perawatan kesehatan rakyat dan keyakinan dalam perawatan bila memungkinkan. itu adalah tanggung jawab pengasuh untuk memastikan bahwa manajemen nyeri aman dan efektif disediakan. walaupun dukungan dari keyakinan perawatan kesehatan individu dianjurkan, ketika penelitian tidak mendukung keamanan atau efektivitas suatu metode atau ketika penelitian tidak ada, ini harus dijelaskan secara penuh kepada klien (McCaffery, 2002). EBN: menggabungkan kepercayaan rakyat perawatan kesehatan dan praktik dalam perawatan sakit manajemen meningkatkan kepatuhan dengan rencana perawatan (Juarez, Ferrell, & Borneman, 1998).
b.      Gangguan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan obstruksioleh batu
Terkait faktor
Mengganggu LUT (gangguan Urogical, lesi syaraf, kondisi ginekologi, dysfuction eliminasi usus): inkontinensia : retensi urin (lihat diagnosis spesifik): retensi urin akut.

Disarankan Hasil NOC.
Kemih nafsu, eliminasi urine.
Kriteria Hasil
Klien
1. Menunjukkan frekuensi diurnal tidak lebih dari 2 jam setiap.
c)      Menunjukkan nokturia dua kali atau kurang per malam.
d)     Mampu untuk menunda buang air kecil ke toilet sampai fasilitas diakses dan pakaian dihapus.
e)      Mampu memahami dan mengenali isyarat-isyarat untuk toilet, lebih ke toilet atau menggunakan alat toileting urinoir atau portabel dan menghapus clothingas diperlukan untuk toilet.
f)       Menunjukkan postvoiding volume residu kurang dari 150 ml sampai 200 ml / 25% kapasitas kandung kemih f total.
g)      Negara tidak adanya urgensi nyeri yang berlebihan selama penyimpanan kandung kemih saat buang air kecil.
Intervensi keperawatan dan Alasannya.
·         Menilai funcition kandung kemih dengan menggunakan teknik berikut:
- Ambil sejarah terfokus termasuk durasi LUT brothersome, characterics gejala, pola diurnal dan nokturnal dan, frekuensi buang air kecil dan volume kehilangan urin, mengurangi dan memperburuk faktor dan eksplorasi faktor penyebab yang mungkin.
- Dalam konsultasi dengan dokter atau perawat praktek maju, mengelola kuesioner valiated query gejala kencing lebih rendah, gejala usus terkait, penghapusan dan gejala prolaps organ panggul pada wanita.
- Lakukan penilaian fisik terfokus integritas kulit perineum, evaluasi kubah vagina, evaluasi hipermobilitas uretra dan evaluasi neurologis termasuk bulbokavernosus refleks dan sensasi perineum.
- Ulasan hasil urine untuk adanya infeksi saluran kemih, poliuria hemoturia, proteinuria, dan kelainan lain atau memperoleh untuk analisis.
Sejarah dan pemeriksaan fisik difokuskan adalah elemen essetial dari evaluasi awal eliminasi urin gangguan (staskin et al 2005). EBN: ada bukti terbatas untuk mendukung nilai diagnostik pemeriksaan yang secara fisik dalam diagnosis incontenence kemih dan diagnosis diferensial dari inkontinensia stres dibandingkan dorongan pada wanita lanjut usia (van gerwen & Lagro-janssen 2006). Ada 23 alat divalidasi untuk evaluasi lebih rendah gejala saluran kemih, gejala usus eliminasi, dan gejala yang berhubungan dengan prolaps organ panggul pada wanita. Instrumen ini dapat membantu dokter untuk membedakan jenis utama incotinence, membedakan urgensi dari nyeri panggul, dan mengidentifikasi gangguan bowelelimination terkait dan prolaps organ panggul (avery et al, 2007).
- Menyelesaikan penilaian yang lebih rinci pada klien yang dipilih termasuk log bledder dan funtinal / kognitif penilaian. (Lihat inkontinensia urin fungsional, inkontinensia relex, stres inkontinensia urin, inkontinensia overflow kemih, kontinensia kemih refleks).
·         Semua klien harus strogly advisedto berhenti merokok: hal ini terkait dengan peningkatan risiko kanker kandung kemih (bjeregaard et al, 2006), inkontinensia (Danforth et al 2006) dan brothersome rendah gejala saluran kemih dan dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kencing. Sembelit prodisproses individu untuk retensi urin dan meningkatkan risiko infeksi saluran kencing. Merokok dapat meningkatkan inkontinensia stres dan risiko keparahan dan jelas terkait dengan peningkatan risiko kanker kandung kemih (lodovici & bigagli, 2009). EBN: client pendidikan, perubahan asupan volume cairan, pengurangan konsumsi kafein dan pelatihan kandung kemih dan pelatihan lantai otot panggul diadministrasikan oleh perawat praktek generik dan maju mengurangi frekuensi penggunaan pad inkontinensia dan dirasakan keparahan LUT brothersome (sampselle et al 200: Borrie et al 2002: Dougherty et al 2002).
·         Mendorong perempuan untuk minuman di supaya 10 ez jus cranberry setiap hari, secara teratur mengkonsumsi satu atau dua porsi blueberry segar, atau suplemen diet dengan kapsul konsentrat cranberry (biasanya diambil dalam dosis 500 mg setiap kali makan). EBN: Tinjauan literatur sistematis mengungkapkan bahwa konsumsi 400 mg tablet cranberry, 8 sampai 10 ons jus cranberry atau samar-samar bagian dari makanan yang mengandung seluruh cranberry blueberry memberikan sebuah efeect bakteriostatik pada Escherichia coli, patogen yang paling umum yang terkait dengan infeksi kemih antara masyarakat - tinggal wanita dewasa. Bukti Campuran cenderung untuk mendukung pengurangan risiko ISK kalangan masyarakat yang tinggal wanita, meskipun tidak ada han efeect menguntungkan ditemukan pada klien dengan disfungsi kandung kemih neurogenik yang dikelola oleh intermnitten dari catethers berdiamnya (abu-abu 2002: Masson et al 2009).
c.       Risiko infeksi yang berhubungan dengan penanggulangan rasa nyeri yang hebat, pembedahan, dan pemeriksaan urologis
Faktor risiko
Penyakit kronis, kekebalan yang diperoleh tidak memadai, pertahanan primer yang tidak memadai (kulit rusak, jaringan trauma, penurunan aksi ciliary, stasis cairan tubuh, perubahan sekresi pH, peristaltik diubah), pertahanan sekunder yang tidak memadai (hemoglobin menurun, leukopenia, ditekan respon inflamasi); peningkatan lingkungan paparan patogen, imunosupresi, prosedur invasif, kurangnya pengetahuan untuk menghindari paparan patogen, malnutrisi, agen farmasi (misalnya, imunosupresan), ketuban pecah dini ketuban, pecah selaput ketuban berkepanjangan, trauma, kerusakan jaringan.
Disarankan NOC hasil
Status kekebalan tubuh, Pengetahuan: Infeksi Manajemen, Pengendalian Risiko, Deteksi Risiko.
Klien Hasil
Klien akan:
1.      Tetap bebas dari gejala infeksi
2.      Negara gejala infeksi yang harus diperhatikan
3.      Menunjukkan perawatan yang tepat dari infeksi rawan situs
4.      Menjaga jumlah sel darah putih dan diferensial dalam batas normal
5.      Menunjukkan tindakan higienis yang tepat seperti mencuci tangan, perawatan mulut, dan perawatan perineum
Intervensi yang Disarankan NIC
Imunisasi / Vaksinasi Manajemen, Pengendalian Infeksi, Infeksi Perlindungan
Intervensi keperawatan dan Alasannya
·         Termometer oral atau timpani dapat digunakan untuk menilai suhu pada orang dewasa dan bayi. EBN: penggunaan termometer timpani selain termometer oral dalam mendapatkan suhu didukung (Gilbert, Barton, & Counsell, 2002; Mains, 2008). Rekaman temperatur membran timpani pada neonatus prematur yang sehat aman, akurat, mudah, dan nyaman untuk bayi (Bailey & Rose, 2001).
·         Hati-hati mencuci dan tepuk kulit kering, termasuk daerah lipatan kulit. Gunakan hidrasi dan moisturization pada semua beresiko permukaan. EBN: Dermatitis atopik adalah, umum kondisi kulit kronis yang dapat dikelola dalam kebanyakan klien dengan tindakan menghindari resep, perawatan kulit yang baik, antihistamin, dan obat-obatan topikal konservatif (Mack, 2004).
·         Monitor berat badan, meninggalkan 25% atau lebih dari makanan yang dimakan pada sebagian besar makanan. EBN: Penelitian ini menunjukkan kriteria di atas sebagai prediktor signifikan dari malnutrisi protein kalori (Crogan, Corbett & Short, 2002).
·         Gunakan sesuai "kebersihan tangan". EBN: pencegahan infeksi teliti pencegahan yang diperlukan untuk mencegah perawatan kesehatan terkait infeksi, dengan perhatian khusus pada kebersihan keras dan tindakan pencegahan standar (CDC, 2002, Gould, 2004). Dalam penelitian ini tingkat yang lebih rendah dari MRSA terkait dengan kebersihan tangan yang baik (Mears et al, 2009).
·         Ikuti tindakan pencegahan standar dan memakai sarung tangan saat melakukan kontak dengan darah, selaput lendir, kulit nonintact, atau zat tubuh kecuali keringat. Gunakan kacamata, sarung tangan bebas serbuk, dan gaun saat yang tepat. Kewaspadaan Standar berlaku untuk semua klien. Anda harus mengasumsikan semua klien yang membawa patogen melalui darah (CDC, 2007). EBN: Penelitian telah menunjukkan bahwa komplikasi pascaoperasi beberapa dapat terjadi ketika bubuk partikel dari sarung tangan bedah dan ujian jatuh ke sayatan terbuka atau sengaja ditempatkan di dalam tubuh dengan alat yang sangat mempengaruhi pada partikel telah melekat diri (Sama-Day Surgery, 2004).
·         Gunakan praktik berbasis bukti dan mendidik personil dalam perawatan kateter perifer: menggunakan teknik aseptik untuk penyisipan dan perawatan, situs label penyisipan dan semua tabung dengan tanggal dan waktu penyisipan, memeriksa setiap 8 jam infeksi, catatan, dan laporan. EBN: Perawatan dalam pemilihan lokasi dan kateter adalah penting. Kateter terpendek dan ukuran terkecil harus digunakan bila memungkinkan. Mengakomodasi kebutuhan untuk mengganti kateter sebelum mereka acclude (Schmid, 2000).
Pediatric
·         Cluster prosedur keperawatan untuk mengurangi jumlah kontak dengan bayi memungkinkan waktu untuk kebersihan tangan yang tepat. EBN: Peningkatan penanganan minimal dan pengelompokan prosedur keperawatan mengurangi episode kontak klien total, yang dapat membantu untuk mengatasi penghalang utama keterbatasan waktu (Lam, Lee, & Lau, 2004).
Geriatrik
 Amati dan melaporkan jika klien memiliki suhu rendah grade atau onset baru kebingungan. Gunakan termometer ketiak anelectronic. EBN: Mereka merawat klien tua harus waspada terhadap adanya potensi whwn infeksi bahkan tingkat rendah elevasi temperatur muncul untuk jangka pendek (Holtzclaw, 2003). Dalam sebagian besar kebingungan akut pada orang tua, etiologi adalah infeksi multifaktorial dan dehidrasi sebagai penyebab paling umum (Cacchione et al, 2003). Termometer aksila elektronik aman dan akurat untuk klien geriatri (Giantin et al, 2008).
Home Care
·         Menilai dan mengobati luka di rumah. EBN: Luka pengobatan di masyarakat, bila dikombinasikan dengan pengkajian keperawatan yang komprehensif, dapat efektif sekaligus mengurangi biaya (Carville, 2004)
d.      Deficit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologis, dan pengobatan) yang berhubungan dengan tidak ada informasi dan sikap acuh terhadap informasi
Faktor yang terkait
Kognitif keterbatasan, informasi salah tafsir, kurangnya paparan, kurangnya minat belajar, kurangnya recall, pahaman dengan sumber informasi.
NOC (Nursing Hasil Klasifikasi)
Disarankan NOC Hasil
Pengetahuan, diet, proses Penyakit, konservasi energi, Perilaku Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan, Manajemen infeksi, Obat, Keselamatan Pribadi, ditentukan aktivitas, Pengendalian Zat Penggunaan, treatmen Prosedur, treatmen Rejimen.
Contoh Hasil NOC dengan Indikator
Pengetahuan: Kesehatan Perilaku yang dibuktikan dengan indikator berikut; Sehat gizi praktek / manfaat kegiatan dan latihan / penggunaan yang aman dari obat resep dan nonprescription (Tingkat hasil dan indikator pengetahuan, Perilaku Kesehatan, 1 pengetahuan ada, 2 pengetahuan terbatas,.. 3. Moderat pengetahuan, 4 pengetahuan substansial,. 5. pengetahuan yang luas.
Kriteria Hasil:
Klien akan:
Jelaskan keadaan penyakit, mengakui kebutuhan obat-obatan, dan memahami pengobatan.
Menjelaskan alasan untuk terapi / pengobatan pilihan
•Memasukkan pengetahuan rejimen kesehatan ke dalam gaya hidup.
Negara kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk mengelola situasi kesehatan dan tetap memegang kendali kehidupan.
Menunjukkan bagaimana melakukan prosedur yang berhubungan dengan kesehatan memuaskan.
Daftar sumber daya yang dapat digunakan untuk informasi lebih lanjut atau dukungan setelah debit.
Disarankan Intervensi NIC.
Pengajaran, Proses penyakit, individu, Fasilitasi Belajar.
Contoh Kegiatan-Pengajaran: Proses Penyakit.
Diskusikan terapi / pengobatan pilihan: menggambarkan alasan di balik manajemen / terapi / pengobatan recomendation.
Intervensi keperawatan dan rasional.
Multicultural
• Akui perbedaan ras / etnis pada awal perawatan EBN: Tampilkan hormat, akui perbedaan etnis menunjukkan sensitivitas dan kesadaran diri untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan dan mempromosikan
hasil pengobatan (karat pada al 2006).
• Menilai untuk pengaruh keyakinan budaya, norma, dan nilai-nilai pengetahuan dasar klien. EBN = keyakinan terhadap penyakit panduan perilaku kesehatan (Russels 2006).
• Kaji untuk budaya / etnis perawatan diri EBN = rakyat dan pengobatan rumah dapat berinteraksi dengan obat-obatan dan pengobatan (Russell 2006).
Home Care
Menilai untuk daerah tertentu dari pembelajaran yang memiliki potensi untuk respon emosional yang kuat oleh klien atau keluarga / pengasuh. EBN: menghadiri untuk perawatan fisik dan gagal untuk menilai untuk marabahaya di klien dan perawat keluarga dapat mempengaruhi hasil kesehatan dan kualitas hidup (madden 2006).


BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang mudah mati. Biasanya batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
Etiologi batu ginjal antara lain faktor genetik, jumlah minum sedikit, konsumsi obat-obatan, batu kalsium, kelainan anatomi ginjal dan salurannya
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah batu ginjal meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan dan intervensi keperawatan.
3.2  Saran
Perawat diharapkan mampu memahami tentang definisi batu ginjal secara luas agar mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang tanda awal gejala batu ginjal dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku.


DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Cahyono, B. Suharjo. 2009. Batu Ginjal. Yogyakarta : KANISIUS.
O’callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta : Airlangga.